BIMATA.ID, Jakarta- Saat diskusi bersama kelompok kerja dalam rangka pengamanan Tempat Pemungutan Suara (TPS) Pemilu di luar negeri (LN) pada tahun 2024 mendatang di Jakarta. Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengungkapkan potensi kerawanan pemilu di luar negeri (LN) sebelum pemungutan suara.
Diketahui Potensi kerawanan tersebut, berdasarkan pengalaman penyelenggara Pemilu 2019 lalu.
Dirinya menerangkan potensi kerawanan di LN yang kemungkinan terjadi, seperti politik uang.
Baca Juga: Asran Siara: Ungkap Penyebab Prabowo Paling Digandrungi di Pemilu 2024
Ia menilai potensi kerawanan politik uang ini, banyak terjadi di negara-negara yang banyak WNI sebagai tenaga kerjanya baik perkebunan dan asisten rumah tangga seperti Hongkong, Jeddah dan Malaysia.
“Kemungkinan ada kerawanannya (politik uang) di negara-negara tersebut, hal itu berdasarkan pengalaman pada pemilu sebelumnya,” ucap Rahmat Bagja, dilansir melalui website resmi Bawaslu RI, pada Kamis (23/02/2023).
Bagja menyampaikan, Bawaslu harus memperhatikan negara-negara yang tingkat kerawanan kecurangannya tinggi terutama Malaysia, Saudi Arabia, Hongkong yang kerap terjadi politik uang (Money Politik).
“Paling banyak di Malaysia. Kedepan poin-poin penting yang harus diperhatikan seperti negara-negara dengan tingkat kerawanan tinggi seperti Malaysia, Saudi Arabia, Hongkong,” ungkapnya.
Cek Juga: Momen Akrab Prabowo dengan Pemimpin Timur Tengah saat Hadiri Undangan Presiden MBZ
Selain itu dirinya menerangkan, potensi kerawanan lainnya, saat distribusi formulir surat pemberitahuan pemungutan suara kepada pemilih (Formulir C6) dan kurangnya logistik serta banyak ditemukannya surat suara yang sudah tercoblos pada 2019 lalu.
“Pada Pemilu 2019 lalu, formulir C6 tidak terdistribusikan di Kuala Lumpur,” jelasnya.
Simak Juga: Survei Polstat: Elektabilitas Prabowo Tertinggi, Ganjar-Anies Beda Tipis
“Salah satu potensi kerawanan sebelum pemungutan suara yakni soal logistik. Di Kuala Lumpur pada pemilu lalu ditemukan surat suara tercoblos. Hanya saja saat kami (Bawaslu) mau ambil sudah diambil kepolisian di negara malaysia dan ketika mau diakses tidak diperbolehkan itu yang menjadi kerawanan pada 2019 lalu,” pungkasnya.