BIMATA.ID, Jakarta- Masyarakat Konsumen Listrik Indonesia (MLKI) mengkhawatirkan penerapan power wheeling akan menciptakan kartel pada sektor kelistrikan nasional, sehingga dapat memainkan tarif listrik yang dijual ke konsumen.
Untuk itu, MLKI menolak masuknya skema power wheeling dalam Rancangan Undang Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT).
BACA JUGA: Soal Dikhianati, Ketua Harian Gerindra: Pak Prabowo Ajarkan Kami Untuk Berbesar Hati
Skema power wheeling merupakan pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik. Skema ini diklaim memudahkan transfer energi listrik dari sumber energi terbarukan atau pembangkit swasta ke fasilitas operasi perusahaan dengan memanfaatkan jaringan transmisi yang dimiliki dan dioperasikan oleh PLN.
Presiden MKLI Ahmad Daryoko mengatakan, skema power wheeling dalam RUU EBT akan membuat produsen listrik swasta bisa menjual langsung pada konsumen atau Multy Buyer and Multy Seller (MBMS), hal ini akan membuat produsen listrik swasta bebas menetapkan besaran tarif listrik yang dijual pelanggan.
“Nanti tetap menggunakan jaringan PLN, tapi statusnya hanya sewa, PLN hanya menjadi kuli panggulnya saja,” kata Daryoko, Senin (6/2/2023).
BACA JUGA: HUT Partai Gerindra ke-15, Kader Muda Gerindra Doakan Prabowo Presiden
Menurut Daryoko, jika keterlibatan PLN disingkirkan dalam proses jual beli listrik maka kontrol negara akan kurang, sebab PLN menjadi kepanjangan tangan negara dalam sektor kelistrikan. Hal ini tentu akan menciptakan praktik Kartel.
“Akhirnya tarif listrik tidak terkendali secara total, okelah pemerintah bisa mengintervensi tapi dalam bentuk subsidi. Kalau MBMS terjadi kartel terjadi, membuat perhitungan biaya operasi jadi membengkak,” tuturnya.
Dayoko mengungkapkan, jika power wheeling diterapkan, maka akan melanggar konstitusi, sebab dalam pasal 33 UUD 1945 menyebutkan segala hajat hidup masyarakat dikuasai oleh negara, dan listrik merupakan salah satu hajat hidup masyarakat.
BACA JUGA: Prabowo Ucapkan Terima Kasih Kepada Jokowi Dalam HUT ke-15 Gerindra
“Karena listrik kepemilikan publik harus dikuasai oleh negara, sehingga PLN ini perusahaan yang diamanahi ketenagalistrikan untuk mensejahterakan rakyat, kalau dikuasai orang per orangan itu menyalahi konstitusi,” ucapnya.