BeritaEkonomiNasionalPeristiwaPolitikUmum

Makin Menumpuk, AHY Kritik Utang Pemerintah

BIMATA.ID, Jakarta- Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengkritik utang pemerintah yang kian menumpuk di era Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia juga menyoroti cadangan devisa semakin menipis hingga gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di sana-sini.

“Ini semua tentunya mengancam masa depan dan nasib para buruh dan pekerja nasional kita,” kata AHY dalam postingan akun twitter @PDemokrat, dikutip Selasa (24/1/2023).

BACA JUGA: Menhan Prabowo Subianto Kagum dengan Arsitektur Loji Gandrung Penuh Dengan Sejarah

Merespon pernyataan tersebut, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo memberikan pembelaan. Dia menyebut kritik yang disampaikan AHY tidak sesuai dengan kondisi negara saat ini.

“Tentu kritik seperti yang disampaikan Mas @AgusYudhoyono ini harus dihormati. Kita berterima kasih. Ini tanda demokrasi berdenyut karena ruang perbedaan dirawat. Sayang kritik @PDemokrat ahistoris, terjebak pada angka, bukan kondisi faktual yang dinamis,” katanya melalui akun twitternya @prastow. Cuitan sudah disesuaikan dengan ejaan yang benar.

Menurutnya, kondisi utang pemerintah pada periode 2015-2019 bisa dijaga dengan baik tercermin dari rasio utang batas maksimal 30% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Lonjakan utang Indonesia disebut karena pandemi COVID-19.

BACA JUGA: Prabowo Subianto Agendakan Makan Malam Bersama Gibran Rakabumi

“Lihat saja lonjakan dari 30% ke 39,38% dalam setahun di 2020, demi menangani dampak kesehatan, sosial dan ekonomi karena COVID-19. Bukankah ini keniscayaan dan justru menunjukkan tanggung jawab pemerintah yang sekarang diapresiasi sebagai salah satu negara yang berhasil mengatasi pandemi dengan baik?,” ujarnya.

Yustinus lalu menunjukkan grafik terkait akumulasi defisit fiskal Indonesia pada 2020-2021 yang hanya 10,7% terhadap PDB. Capaian itu lebih baik dibandingkan negara lain seperti Thailand 17%, Filipina 22,1%, China 11,8%, Malaysia 13,6%, dan India 16,5%.

“Ini yang saya kritik sebagai ahistoris dan nirkonteks. (Utang) kita prudent,” tegas Yustinus.

Utang pemerintah yang meningkat sejalan dengan realisasi belanja yang juga membengkak. Belanja perlindungan sosial selama pandemi COVID-19 disebut mencapai Rp 1.635,1 triliun untuk menolong rakyat yang terdampak.

BACA JUGA: Prabowo Subianto Agendakan Makan Malam Bersama Gibran Rakabumi

Oleh sebab itu, AHY dinilai perlu mendapat asupan informasi yang komprehensif mengenai utang Indonesia. Apalagi pemerintah sudah bekerja keras menekan defisit anggaran menjadi 2,38% atau Rp 464,33 triliun di 2022, jauh di bawah target Rp 840 triliun.

 

(ZBP)

Tags

Related Articles

Bimata
Close