BIMATA.ID, Jakarta- Harga minyak mentah dunia terus menunjukkan penurunan. Namun, saat ini pemerintah belum memutuskan untuk menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) khususnya yang bersubsidi.
Pengamat ekonomi energi Universitas Padjadjaran Yayan Satyaki menyampaikan, alasan pemerintah belum menaikkan harga minyak adalah karena stok minyak antar negara menghadapi musim dingin serta persedian awal tahu tahun relatif stabil. Sehingga harga minyak cenderung menurun.
Yayan memprediksi ketersediaan stok minyak tersebut hanya sementara. Sebab tidak ada kebijakan Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) yang signifikan untuk menambah produksi migas ke pasar internasional.
“Tetapi jika kita lihat harga minyak masih tetap di US$ 80-85 per barel, artinya masih berada di range US$ 80-90 per barel. Jadi untuk turun (harga BBM subsidi) masih belum,” ujar Yayan.
Yayan juga melihat kecenderungan harga minyak mentah dunia yang menurun disebabkan suplai minyak yang sudah sedikit stabil, yang juga disebabkan suplai minyak Rusia sudah masuk ke pasar internasional.
“Seperti pasokan utama migas Cina saat ini Rusia (sudah mulai supply minyak ke pasar internasional). Artinya pasar migas sedang tidak kekurangan stok,” jelasnya.
Untuk diketahui harga minyak mentah Brent pada perdagangan pada hari terakhir perdagangan pada tahun 2022 bertengger di level US$ 85,91 per barel. Sementara, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dibanderol US$ 80,26 per barel.
Harga minyak saat ini jauh lebih menurun dibandingkan puncaknya pada 8 Maret 2022 yang tercatat mencapai US$ 127,98 per barel. berdasarkan historisnya, harga minyak tersebut perlahan turun di level US$ 100-an per barel sampai Juli 2022.
Kemudian bertahan di level US$ 90-an per barel sampai awal September 2022, dan kembali turun yang rata-rata masih di atas US$ 80 per barel.
Menurutnya, harga BBM subsidi bisa saja turun jika level harga minytak mentah dunia ada di kisaran US$ 65 hingga US$ 75 per barel. Sebab jika harganya turun, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) masih diatas batas psikologis yaitu Rp15.000 per dollar. Sehingga pemerintah bisa membeli minyak cukup tinggi.
“Nilai tukar rupiah kita masih diatas batas psikologis yaitu Rp15.000 per dollar AS, jadi kita beli minyak lumayan tinggi. Andaikan harga nilai tukarnya membaik mungkin bisa turun,” pungkasnya.
(ZBP)