BIMATA.ID, Jakarta – Mengenai Sistem pemilihan proporsional terbuka dan proporsional tertutup sudah pernah kita terapkan di beberapa pemilihan umum.
Diketahui, kedua sistem ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga menjadikan perbedaan pendapat mana yang lebih baik dan terjadinya perdebatan kepanjangan.
BACA JUGA: Kunjungi Pura Mangkunegaran, Prabowo: Kakek Saya Pernah Kerja di Sini
Selain itu, konsep ini menjadi kritikan keras dan tertuju kepada kualitas wakil rakyat yang bisa dibilang sampai saat ini belum bisa memberikan sesuai harapan.
Mengenai hal itu, sebenarnya proses terpilihnya wakil rakyat pada pergelaran Pemilihan Umum (Pemilu) pada 2019 bisa dibilang hanya mengandalkan popularitas dan finansial masing – masing.
Sementara, bagi Calon Legislatif (Caleg) yang memiliki kemampuan dan gagasan yang lebih baik harus mengakui kekalahannya sebab faktor hanya mengandalkan idealisme dan kurangnya finansial.
Oleh karena itu, menurut penelitian LIPI yang bertajuk Peta Pebisnis di Parlemen “Potret Oligarki di Indonesia, 6 dari 10 atau sekitar 55% anggota DPR terpilih pada Pemilu 2019 berasal dari kalangan pebisnis”ungkap dalam study LIPI.
BACA JUGA: Warga Pisangan Timur, Jakarta Timur Sambut Kedatangan Anak Buah Prabowo
Maka dari itu, kondisi ini bisa menimbulkan kekhawatiran mengenai politik, sebab, mereka bukan lagi bagaimana mengartikulasikan untuk kepentingan rakyat yang menjadi pemilihnya, sehingga, dikhawatirkan mereka lebih mengedepankan berpolitiknya untuk kepentingan-kepentingan bisnis mereka.
(Fikri)