BIMATA.ID, JAKARTA – Dalam pembuatan Perpu Cipta Kerja, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani mengaku tak dilibatkan oleh Pemerintah dalam pengesahan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.
“Kita nggak diundang. Kita juga sedih, tiba-tiba muncul kita kaget. Karena waktu Permenaker (No. 18/2022) kita juga nggak diajak ngomong. Dalam perjalanan ini kita menempa juga untuk lebih mature, lebih matang lah menghadapi ini,” kata Ketua Umum dalam konferensi pers di kantor Apindo, Dikutip dari tempo, Rabu (04/01/2023).
Menurut dia, seharusnya semua pihak dilibatkan oleh Pemerintah, Sehingga Pemerintah tak perlu mengambil sepenuhnya suara dari pemberi kerja atau pekerja.
“Ini kan lucu, kita yg ngasih kerjaan, kita yg ngasih gaji, kita nggak diajak ngomong, tiba-tiba main putus saja. Jadi, ya udah. Setahu saya, sepengetahuan kami teman-teman lain juga nggak ada yang diajak bicara,” sambung dia
Apindo menuturkan, Pengaturan outsourcing dalam perpu cipta kerja dibatasi. Pasal 64 ayat (2) Perpu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang berbunyi ‘Pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)’.
“Outsourcing itu bukan untuk mencari pekerja murah, tapi adalah untuk mencari pekerja terampil. Ini pesan utama, karena yang kita hadapi saat ini bukan lagi mencari pekerja murah tapi pekerja terampil yang buat perusahaan tetap bisa berkelanjutan dan tetap efisien dalam menjalankannya,” kata anggota Komite Regulasi dan Hubungan Kelembagaan Apindo Susanto Haryono.
Sementara pada point upah minimum, Apindo memandang upah minimum tersebut akan mengakibatkan pengurangan tenaga kerja. Hal ini tertuang dalam Pasal 88 D ayat (2) Perpu Cipta Kerja yang berbunyi ‘Formula penghitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan variabel, pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu’.
“Jadi, investasi yang masuk nanti padat modal lagi, makanya dalam rumusan Perpu itu sebetulnya ada satu hal agak mengganjal, disitu pertimbangannya inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Padahal, yang namanya pertumbuhan ekonomi belum tentu linier dengan penyerapan tenaga kerja, kenapa kami bilang tidak linier? Karena supply dan demand, supply tenaga kerja berapa, demand yang mau nerima berapa,” jelas Hariyadi.
(Pandu/ZBP)