BIMATA.ID, Jakarta- World Bank (Bank Dunia) menilai pemerintah Indonesia perlu selektif dalam memberikan fasilitas pembebasan PPN agar dapat meningkatkan penerimaan pajak.
Pasalnya, apabila pemerintah dapat menguranginya, maka penerimaan pajak dari pengurangan pembebasan PPN dapat digunakan untuk membiayai hal lain, misalnya untuk memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat miskin.
“UU HPP memberikan fleksibilitas kepada Kementerian Keuangan untuk menghilangkan pembebasan PPN yang tidak perlu. Penerimaan negara yang dihasilkan melalui pengurangan pembebasan PPN tersebut dapat digunakan untuk memberikan bantuan langsung tunai secara targeted kepada rumah tangga miskin,” dikutip dari Laporan World Bank bertajuk Indonesia Economic Prospects Desember 2022, Senin (19/12/2022).
Apalagi, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022, sebagai lanjutan dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Dalam PP tersebut, pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan dapat mengevaluasi fasilitas pembebasan dan tidak dipungut PPN. Artinya, fasilitas tersebut sifatnya bisa sementara atau selamanya dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan dampaknya terhadap penerimaan negara.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan bahwa pemerintah Indonesia perlu mengurangi fasilitas perpajakan terutama pembebasan PPN.
Ia melihat, fasilitas PPN dan PPnBM merupakan kontributor terbesar dalam belanja perpajakan Indonesia.
Dari data laporan belanja perpajakan untuk tahun 2020, Fajry bilang, 59,81% belanja perpajakan atau sekitar Rp 140 triliun merupakan belanja perpajakan PPN dan PPnBM.
“Jadi ini loss potensi penerimaan pajak yang besar dari fasilitas PPN. Untuk itu perlu dikurangi,” pungkas Fajry.
(ZBP)