BIMATA.ID, Jakarta – Kepala Staf Kepresidenan (KSP) RI, Moeldoko menyampaikan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru merupakan salah satu warisan atau legacy dari pemerintahan Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo (Jokowi).
Moeldoko mengungkapkan, KUHP bukan untuk kepentingan Pemerintah RI saat ini.
“Untuk itu, penting untuk disampaikan ke publik bahwa, KUHP bukan untuk kepentingan pemerintah saat ini, melainkan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada masyarakat,” ungkapnya, dalam rapat koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait KUHP di Gedung Bina Graha, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (14/12/2022).
Ia juga menegaskan, KUHP merupakan wujud manifestasi reformasi hukum yang selalu ditekankan Presiden Jokowi.
“Sebagai produk hukum, KUHP mendekonstruksi paradigma hukum pidana menuju keseimbangan antara kepastian hukum dan keadilan. Oleh karenanya, KUHP merupakan manifestasi dari reformasi hukum yang selama ini diarahkan Bapak Presiden, terutama dalam hal penataan regulasi hukum pidana,” tegas Moeldoko.
Moeldoko mengemukakan, saat ini KUHP menjadi target mispersepsi dan hoaks meskipun memiliki tujuan dan dampak yang baik. Hal itu, sambungnya, terjadi lantaran belum ada pemahaman yang jelas di masyarakat.
Selama tiga tahun transisi, Moeldoko menyebutkan, Pemerintah RI bakal terus melakukan edukasi kepada masyarakat dan penegak hukum. Ia berharap, upaya tersebut dapat mencegah munculnya hoaks di ruang publik.
Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) RI, Mahfud MD mengakui, masih akan banyak kritik terhadap KUHP baru. Namun, Pemerintah RI tidak bakal menjadi antikritik.
“Masih akan banyak yang mengkritik, itu tidak apa-apa. Kita punya waktu 3 tahun untuk berdiskusi nanti. Soal substansinya, jika masih ada yang kurang, silakan diperdebatkan,” katanya, yang juga hadir dalam rapat tersebut secara daring.
[MBN]