Bimata

Kritik Soal OTT KPK, Gambaran Sikap Permisif Para Pejabat Negara Terhadap Perilaku Koruptif

BIMATA.ID, Jakarta- Operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi polemik baru-baru ini. Oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, OTT disebut tak berdampak baik buat negara. Sebaliknya, OTT dinilai membawa dampak buruk.

Meski dikritik sana-sini, pernyataan Luhut dibela oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Mahfud menilai, tak ada yang salah dengan ucapan koleganya di Kabinet Indonesia Maju itu. Namun, sejumlah pihak tak memandang demikian. Pernyataan para pejabat itu dinilai berlawanan dengan semangat antikorupsi.

Pegiat antikorupsi dari Universitas Andalas, Feri Amsari, memandang, pernyataan Luhut dan Mahfud menunjukkan sikap permisif para pejabat negara terhadap perilaku koruptif.

“Pernyataan itu merepresentasikan betapa permisifnya pemerintahan ini dengan tindakan koruptif. Pernyataan pejabat sekelas itu memperlihatkan ketidakpahaman terhadap konsep pemberantasan korupsi,” kata Feri, Rabu (21/12/2022).

Menurut Feri, pernyataan Luhut memperlihatkan cara pandanganya yang salah terhadap tindak korupsi. Dilihat dari sisi kepentingan publik, OTT membawa dampak besar ke arah yang lebih baik.

Banyak sekali layanan dan dana publik yang terselamatkan karena OTT KPK. Uang negara yang dirampok para pencuri berdasi juga berhasil dikembalikan ke kas negara karena operasi tangkap tangan. Dia tidak setuju jika OTT disebut membawa dampak buruk ke negara.

“Cara pandangnya sudah salah, maka kesimpulannya juga salah,” ujar Feri.

Memang, lanjut Feri, dalam upaya pemberantasan korupsi, pencegahan juga penting. Namun, penindakan, seperti halnya OTT, tak boleh disingkirkan. Feri menilai, penididikan antikorupsi, pencegahan, dan penindakan perilaku koruptif harus berjalan beriringan.

“Dua sisi mata uang, satu dan yang lain saling melengkapi. Tidak bisa diabaikan salah satunya. Penindakan adalah pencegahan terbaik dan pencegahan adalah penindakan pertama,” tutur Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas itu.

Kritik keras juga disampaikan Indonesia Corruption Watch (ICW). Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, KPK tidak boleh diintervensi kekuasaan mana pun, termasuk pihak eksekutif.

“OTT tidak boleh dicampuri oleh cabang kekuasaan mana pun, termasuk eksekutif, apalagi saudara Luhut,” kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya , Rabu (21/12/2022).

 

(ZBP)

Exit mobile version