BeritaEkonomiNasionalPerkebunanPertanianUmum

Koalisi Buruh Sawit Sebut Aturan Pemerintah Masih Mendiskriminasi Buruh

BIMATA.ID, Jakarta- Sejumlah penelitian melansir adanya indikasi kerja paksa buruh di perkebunan sawit di Indonesia. Undang-Undang (UU) Ciptaker kemudian melegitimasi praktik hubungan kerja rentan sebagaimana saat ini dipraktikkan di perkebunan sawit.

Di perkebunan sawit terjadi kelanggengan praktik eksploitatif berbentuk target kerja yang tidak manusiawi, upah murah, status hubungan kerja rentan dan kerja paksa yang berakibat pada kemiskinan struktural buruh perkebunan sawit.

Pemerintah Indonesia dianggap menafikan keberadaan buruh sawit sebagai ujung tombak dari industri sawit di Indonesia, khususnya perempuan yang merupakan kelompok paling dirugikan dan termarjinalisasi.

Dalam konteks perkebunan kelapa sawit, UU Ketenagakerjaan dan UU Ciptaker tidak mampu memberikan perlindungan pada buruh sawit karena dirumuskan berdasarkan pada kondisi pekerja sektor manufaktur.

Sifat pekerjaan di perkebunan kelapa sawit berbeda jauh dari pekerjaan di sektor manufaktur, hal ini bisa dilihat dari kebutuhan kalori yang jauh lebih tinggi, dan penerapan beban kerja yang didasarkan pada tiga hal: target tonase, target luas lahan, dan target jam kerja.

Secara gamblang, pekerja di sektor perkebunan memiliki beban kerja yang jauh lebih berat daripada pekerja manufaktur. Selain itu, pekerja perkebunan secara sosiologis terisolasi dari dunia luar.

“Dalam konteks ini, Undang-undang ketenagakerjaan Indonesia, dianggap tidak mampu membaca kebutuhan buruh perkebunan kelapa sawit, bahkan cenderung mendiskriminasi buruh perkebunan sawit,” demikian catat Koalisi Buruh Indonesia (KSB), Minggu (11/12/2022).

 

(ZBP)

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close