Alasan Afghanistan Larang Penduduk Perempuan Kuliah di Universitas
BIMATA.ID, Jakarta- Kelompok konservatif Taliban yang menguasai Afghanistan mengumumkan kebijakan baru yang melarang perempuan berkuliah. Alasannya, perempuan tak patut berada di ruang-ruang publik seperti sekolah dan universitas. Bahkan, perempuan Afghanistan sebelumnya juga telah dilarang memasuki kelas-kelas di SMA sejak Maret 2022 lalu.
Bukan hanya pembatasan akses pendidikan, dalam pekerjaan pun gerak perempuan hanya terbatas pada sektor-sektor yang telah disepakati bersama pemerintah dan tidak bisa digantikan oleh laki-laki. Sejak Taliban berkuasa, para perempuan tersebut kembali diwajibkan menggunakan nikab.
Seperti ditulis Reuters Rabu (21/12/2022), larangan perempuan memasuki universitas tersebut dibuat melalui sebuah rapat kabinet. Peraturan bakal segera berlaku sampai ada pemberitahuan lebih lanjut. Keputusan Taliban menuai kecaman keras dari Amerika Serikat, Inggris, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Sebuah surat yang telah dikonfirmasi oleh juru bicara kementerian pendidikan tinggi menginstruksikan universitas negeri dan swasta Afghanistan untuk segera menutup akses ke siswa perempuan, sesuai dengan keputusan Kabinet.
Pengumuman tersebut dirilis ketika Dewan Keamanan PBB tengah melangsungkan pertemuan di New York yang membahas tentang Afghanistan. Pemerintah asing, termasuk Amerika Serikat, mengatakan perubahan kebijakan tentang pendidikan perempuan diperlukan sebelum dunia internasional bisa mengakui pemerintahan yang dikelola Taliban.
“Taliban tidak dapat berharap untuk menjadi anggota sah dari komunitas internasional sampai mereka menghormati hak-hak semua warga Afghanistan, terutama hak asasi manusia dan kebebasan dasar perempuan dan anak perempuan,” ungkap Wakil Duta Besar PBB, Robert Wood.
Di Washington, juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price mengatakan Amerika Serikat akan melihat apa lagi yang dapat dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban Taliban yang telah merenggut hak perempuan dan anak perempuan.
Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward mengatakan penangguhan akses universitas untuk anak perempuan adalah pembatasan mengerikan terhadap hak-hak perempuan dan kekecewaan yang mendalam dan mendalam bagi setiap pelajar perempuan.
“Ini juga merupakan langkah lain oleh Taliban menjauh dari Afghanistan yang mandiri dan makmur,” katanya kepada dewan.
Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan keputusan Taliban menutup universitas bagi mahasiswi telah menjadi janji yang dilanggar.
“Ini adalah langkah lain yang sangat meresahkan dan sulit membayangkan bagaimana negara dapat berkembang, menghadapi semua tantangan yang dimilikinya, tanpa partisipasi aktif perempuan dan pendidikan perempuan,” katanya kepada wartawan di New York.
Utusan khusus PBB untuk Afghanistan Roza Otunbayeva mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa keputusan itu menghancurkan. Sesaat sebelum pengumuman dari Kabul, Otunbayeva mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa penutupan sekolah menengah telah merusak hubungan pemerintahan Taliban dengan komunitas internasional.