Bimata

Teddy Gusnaidi: Aturan Menteri Ingin Nyapres Sudah Jelas Tertuang di UU Pemilu

BIMATA.ID, Jakarta – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (RI) yang menyatakan menteri tak perlu mundur jika maju di pemilihan presiden (Pilpres) 2024 menimbulkan pro dan kontra.

Sebab, menteri tak mundur dikhawatirkan menyalahgunakan wewenang dan kampanye terselubung.

“Yang bilang bisa mengganggu kerja Presiden, yang partai bilang bisa terjadi penyalahgunaan kewenangan. Maka dapat saya pastikan, mereka sama sekali tidak membaca UU Pemilu dan UU ASN. Kenapa? Karena kalau mereka membaca, maka tidak akan ada pandangan seperti itu,” tutur Wakil Ketua Umum (Waketum) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda), Teddy Gusnaidi, Kamis (03/11/2022).

Teddy menilai, bahwa aturannya sudah jelas dalam Undang-Undang (UU) Pemilihan Umum (Pemilu) ketika menteri ingin kampanye mereka harus cuti. Jadi, berbagai fasilitas negara yang diberikan harus ditanggalkan.

Masa kampanye pun sudah diatur oleh penyelenggara Pemilu. Sehingga, ketika menteri curi-curi kesempatan untuk kampanye bisa dilaporkan.

“Kalau kerja mereka terpublikasi, bukankah hal itu sudah terpublikasi sejak awal mereka menjadi menteri? Apakah itu dinamakan kampanye? Tentu tidak,” pungkasnya.

Kedua, ada UU Aparatur Sipil Negara (ASN). Di mana, para menteri tidak boleh memanfaatkan ASN untuk mengampanyekan diri mereka. Jadi kalau nekat memanfaatkan ASN, maka akan ada sanksinya.

“Sama seperti di UU Pemilu. Laporkan saja jika memiliki bukti terjadi penyalahgunaan kewenangan,” jelas Teddy.

Teddy menegaskan, memasyarakat bisa menilai mana kinerja sebagai seorang menteri dan kampanye. Secara aturan definisi dan teknis, kampanye tersebut sudah diatur di dalam UU Pemilu.

“Sehingga, kerja sebagai menteri yang terpublikasi sejak awal tidak bisa dituduh sebagai kampanye,” tegasnya.

Aturan itu tak ubahnya seorang petahana presiden atau kepala daerah yang ingin mencalonkan kembali.

“Jika mengikuti pola pikir tersebut, maka mereka harus berhenti atau malah tidak boleh mencalonkan lagi, dengan alasan akan mengganggu kinerja dan terjadinya penyalahgunaan kewenangan,” ucap Teddy.

[MBN]

Exit mobile version