BIMATA.ID, Jakarta- Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkapkan, gempa bumi berkekuatan magnitudo 5,6 yang terjadi pukul 13.21 WIB di Kabupaten Cianjur merupakan jenis gempa dangkal akibat adanya aktivitas sesar Cimandiri sehingga tidak berpotensi tsunami. Namun, dengan kekuatan tersebut, bangunan-bangunan yang tidak tahan gempa berpotensi ambruk.
’’Karena itu, diharapkan bagi masyarakat yang rumahnya mulai rusak atau retak sebaiknya tinggal di luar dulu untuk sementara,’’ ungkapnya.
Biasanya gempa tersebut diikuti gempa-gempa kecil susulan. Berdasar hasil monitoring BMKG, hingga pukul 14.53 setidaknya terjadi 27 kali gempa susulan dengan kekuatan terbesar 4 SR dan terkecil 1,8 SR.
Sealin itu, Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menambahkan, wilayah Cianjur, Lembang, Sukabumi, Purwakarta, dan Bandung secara tektonik merupakan kawasan seismik aktif dan kompleks. Disebut seismik aktif karena berdasar monitoring BMKG, di kawasan itu sering terjadi gempa dengan berbagai variasi magnitudo dan kedalaman.
Kompleksitas tektonik tersebut berpotensi memicu terjadinya gempa kerak dangkal. Faktor semacam itu juga menjadikan kawasan tersebut rawan gempa secara permanen.
“Gempanya rata-rata dangkal sekali ya, kurang dari 10–15 km. Tapi, kekuatan 4, 5, 6 SR pun bisa menimbulkan kerusakan yang signifikan,’’ katanya.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto mengungkapkan, berdasar data terakhir, jumlah korban meninggal mencapai 62 orang. Sedangkan korban luka-luka 700-an orang.
’’Mereka ini rata-rata tertimpa reruntuhan bangunan karena kan siang hari kejadiannya,’’ jelasnya.
Suharyanto menerangkan, gempa juga mengakibatkan ratusan bangunan rusak. Berdasar laporan sementara, sebanyak 343 rumah rusak berat. Kerusakan juga dialami 1 pondok pesantren, 1 rumah sakit umum di daerah Cianjur, 4 gedung pemerintah, 3 gedung fasilitas pendidikan, dan 1 sarana ibadah. Termasuk 1 toko dan 1 kafe. Akses di sejumlah jalan terputus akibat tertimbun tanah longsor.
’’Lokasi yang terdampak parah itu, semuanya berada di Kabupaten Cianjur. Masing-masing di Kecamatan Caluku, Kecamatan Cianjur, dan Kecamatan Cugenang,’’ terangnya.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, mayoritas korban yang meninggal adalah anak-anak. Sebab, gempa terjadi saat anak-anak mengikuti pembelajaran di sekolah.
”Banyak anak-anak jadi korban. Karena gempa terjadi saat jam belajar,” ujar Ridwan Kamil yang didampingi Bupati Cianjur Herman Suherman.
Aliran listrik di pusat kota Cianjur padam. Aliran air juga mengalami gangguan. ”Listrik semaksimal mungkin akan diperbaiki oleh PLN. Kalau air, ada PDAM. Kemungkinan bisa seminggu baru normal,” lanjut Ridwan Kamil.
Bupati Cianjur Herman Suherman menyatakan, hingga tadi malam, pihaknya masih berfokus pada penanganan korban gempa. Di RSUD Cianjur, pasien korban gempa langsung mendapat penanganan saat masuk di area parkiran.
”Kami kerahkan semua perawat dan dokter,” terangnya.
Forkopimda Kabupaten Cianjur akan mendirikan tenda di halaman RSUD Sayang Cianjur dan halaman Pemda Kabupaten Cianjur. Hal itu dilakukan karena banyaknya korban yang berdatangan.
Ketua DPRD Kabupaten Cianjur Ganjar Ramadhan juga akan membuat posko pengungsian di gedung dewan.
Suharyanto melanjutkan, dapur umum langsung didirikan di lokasi kejadian bencana. Baik yang dioperasikan tim BPBD maupun TNI dan Polri. Selain itu, pihaknya akan mengirim bantuan logistik. Khususnya logistik siap pakai yang bisa langsung dikonsumsi masyarakat. Untuk tahap pertama, logistik yang disiapkan senilai Rp 500 juta. Kemudian, dana siap pakai yang bisa digunakan bupati Cianjur sebesar Rp 1 miliar untuk mengaktifkan posko.
’’Jika memungkinkan, kami akan menggunakan satu helikopter yang akan kami stand by-kan di Cianjur. Ini juga gunanya untuk mendistribusikan logistik ke tempat-tempat yang terisolasi karena tadi ada jalan yang putus,’’ ujarnya.
Dalam masa tanggap darurat, pihaknya akan memastikan semua kebutuhan dasar masyarakat Kabupaten Cianjur dan daerah lainnya yang terdampak bencana dipenuhi dengan baik.
Suharyanto berharap masa tanggap darurat tidak berlangsung terlalu lama, cukup satu atau dua minggu. Dengan begitu, tahapan bisa segera masuk fase rehabilitasi dan konstruksi. Sebab, semakin lambat tahap tanggap darurat, semakin lama masyarakat terdampak akan tinggal di pengungsian.
’’Tinggal di pengungsian itu, sebagus apa pun, pasti tidak enak, lebih enak tinggal di rumah. Makanya, rumah-rumahnya segera kita bangun saat masuk tahap rehabilitasi dan konstruksi,’’ bebernya.
Dia juga meyakinkan kepada masyarakat bahwa rumah-rumah yang terdampak, baik rusak berat, ringan, maupun sedang, akan kembali dibangun oleh pemerintah. Bangunan baru nanti memiliki konstruksi tahan gempa. Dengan begitu, jika suatu saat terjadi gempa lagi, rumah-rumah tersebut tidak sampai ambruk.
’’Yang menjadi PR semua lembaga yang terkait penanggulangan bencana ini justru rumah-rumah yang sudah berdiri sekarang yang dibangun tidak berdasar tahan gempa sehingga kalau ada gempa mudah rusak,’’ tuturnya.
(ZBP)