Bahas Ancaman Nuklir Rusia, Presiden Zelensky Bertemu Bos CIA
BIMATA.ID, Jakarta- Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, mengatakan dirinya telah bertemu dengan Direktur Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA), William Burns, di mana keduanya membahas Perang Ukraina serta ancaman penggunakan senjata nuklir oleh Rusia.
Euronews mengabarkan Presiden Zelensky mengonfirmasi pertemuan itu terjadi pada Selasa (15/11) ketika Burns mengunjungi wilayah Ukraina.
Kunjungan itu juga bertepatan dengan saat-saat di mana ibu kota Kiev dihujani rudal Rusia, dan bos badan intelijen itu juga dilaporkan sempat menghabiskan waktu di shelter bom sebelum bertemu dengan Zelensky.
“Kami mengadakan pertemuan dengannya … [kami] berbicara tentang segala isu yang penting bagi Ukraina,” kata Zelensky dalam konferensi pers yang disiarkan pada Rabu. Ia menambahkan bahwa kedua figur itu turut membahas apa yang digambarkan sebagai ancaman nuklir Rusia.
Seorang pejabat di Washington juga mengonfirmasi bahwa Burns melakukan perjalanan ke Kiev untuk bertemu dengan Presiden Ukraina dan mitra intelijen usai perjalanannya ke ibu kota Turki, Ankara.
Burns sebelumnya telah bertemu dengan kepala mata-mata Presiden Rusia, Sergei Naryshkin, di Turki pada hari Senin. Pertemuan itu menjadi kontak langsung antara perwakilan tingkat tinggi AS-Rusia yang pertama setelah Moskow menginvasi Ukraina pada 24 Februari. Dalam pertemuan tersebut, kepala CIA mengangkat isu senjata nuklir dan tahanan asal AS di Rusia.
Presiden Polandia, Andrzej Duda, juga bertemu dengan Burns pada hari Rabu, seperti yang dilaporkan oleh kepala Biro Keamanan Nasional Polandia.
Seperti diberitakan sebelumnya, sebuah rudal jatuh dan menghantam desa Przewodow di Polandia, yang terletak sekitar 15 mil dari perbatasan dengan Ukraina, dan menewaskan dua orang.
Kantor berita Associated Press kemudian mengabarkan bahwa penyelidikan awal menunjukkan rudal yang jatuh di Polandia ditembakkan oleh pasukan Ukraina dalam upaya membalas rudal Rusia.
AP disebut mengutip tiga orang pejabat Amerika Serikat dalam laporannya itu. Mereka disebut tidak memiliki wewenang untuk membahas isu itu secara terbuka dan meminta namanya dirahasiakan.