BIMATA.ID, Papua – Pengukuhan Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe sebagai Kepala Suku Besar di Provinsi Papua menuai kritik sejumlah tokoh adat. Mereka menegaskan, Lukas hanya dikenal sebagai gubernur bukan kepala suku.
Salah satu kritik disampaikan oleh Ondoafi Kampung Abar Sentani, Jayapura, Cornelis Doyapo. Menurutnya, semua daerah di Provinsi Papua masing-masing mempunyai suku dan kepala suku besarnya sendiri.
“Lukas Enembe hanya dikenal sebagai gubernur, bukan kepala suku besar Papua,” tutur Cornelis, Senin (10/10/2022).
Cornelis menyampaikan, masyarakat Provinsi Papua tidak ingin dikait-kaitkan dengan masalah Lukas, termasuk masalah politik. Mereka disebut hanya menginginkan kedamaian.
“Masyarakat Papua menginginkan kedamaian dan tidak terganggu dengan masalah apapun, terutama politik,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Cornelis meminta masyarakat Provinsi Papua untuk tidak terpengaruh dan terprovokasi terkait kasus Lukas. Dia juga meminta, agar politikus Partai Demokrat itu tidak bersembunyi di belakang rakyatnya.
“Lukas Enembe sebagai pemimpin seharusnya ada di depan dan berani berkorban untuk masyarakat, bukannya bersembunyi di belakang rakyatnya,” lanjut Cornelis.
Hal senada juga disampaikan tokoh masyarakat Distrik Depapre, Jayapura, Nikolas Demetouw. Dia mengaku, khawatir dengan kasus Lukas yang saat ini sedang didalami oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia.
Nikolas menyebut, salah satu kekhawatirannya karena ada informasi bahwa Lukas adalah kepala suku besar bagi seluruh orang Papua. Hal itu dapat menimbulkan keresahan dan penolakan dari komunitas suku-suku yang ada di seluruh Tanah Papua.
“Bagi kami orang Jayapura, kami tidak setuju, karena kita di Jayapura juga punya kepala suku besar. Jadi kalau Bapak Lukas ini kami tahu sebagai Gubernur Papua untuk semua masyarakat lewat pemerintah. Tapi lewat adat, kami orang Jayapura tidak tahu Bapak Lukas sebagai Ondoafi terbesar untuk orang Papua,” ucapnya.
Dia menambahkan, Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw, yang merupakan Ondoafi besar di Sentani hanya menjadi Ondoafi untuk sukunya sendiri. Mathius tidak mengklaim dirinya sebagai Ondoafi untuk seluruh wilayah di Sentani.
Nikolas mengemukakan, dalam keseharian masyarakat Provinsi Papua berlaku tiga jenis aturan. Yakni, aturan negara atau pemerintah, aturan adat, dan aturan gereja. Sementara, kasus yang menyeret Lukas masuk dalam aturan negara. Sehingga, mesti diadili dengan hukum negara yang diwakili oleh KPK RI.
“Jadi Bapak Gubernur jangan libatkan adat, undang masyarakat, undang keluarga untuk ambil tindakan untuk menjaga Bapak. Cara-cara yang Bapak pakai itu hukum adat,” tutup Nikolas.
[MBN]