BIMATA.ID, Jabar – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Jawa Barat (Jabar), memiliki catatan khusus dalam menghadapi pemilihan umum (Pemilu) 2024. Terutama, dalam Pemilu mendatang media sosial (medsos) semakin efektif menjadi media kampanye.
Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyakarat (P2M) Bawaslu Provinsi Jabar, Zaki Hilmi menyampaikan, pelanggaran Pemilu di medsos pada pesta demokrasi 2019 angkanya cukup mengkhawatirkan. Akan tetapi, pihaknya belum bisa berbuat banyak.
“Sebetulnya tinggi (pelanggaran di medsos), tapi kita belum tindak secara tegas. Itu jadi catatan kekurangan kita,” ucapnya, saat Kegiatan Sosialisasi Pengawasan Siber dalam Pengawas Pemilu 2024 di Hotel Papandayan, Kota Bandung, Selasa (18/10/2022).
Dirinya menerangkan, kategori pelanggaran di medsos paling tinggi di Provinsi Jabar adalah politik identitas. Hasil riset Bawaslu Provinsi Jabar akhirnya menemukan fakta mengejutkan.
“Cukup menarik. Jabar bukan publikasi atau produksinya, tapi jadi konsumennya (politik identitas),” terang Zaki.
Oleh karena itu, berbagai upaya untuk mencegah atau mengantisipasi pelanggaran kampanye di medsos bakal dilakukan Bawaslu Provinsi Jabar. Salah satunya berkoordinasi dengan media platform, seperti Instagram maupu Facebook.
Namun soal penindakan jika ada pelanggaran, Zaki mengakui, pihaknya ada sedikit hambatan. Sebab, regulasi penindakan pelaku pelanggaran ujaran kebencian, hoaks, atau politik identitas di medsos sangat terbatas.
“Kalau hanya sekadar patroli kita sudah lakukan, tapi kalau kita men-tracking ini masih jadi kendala. Pada prinsipnya, kita sudah punya pengalaman di 2019 lalu,” sebutnya.
Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti menyarankan, agar Bawaslu Republik Indonesia (RI) memiliki desk khusus untuk menindak atau mencegah pelanggaran Pemilu di medsos. Namun, hal tersebut belum bisa dibentuk secara instan.
“Tapi kalau ada desk-nya, ada orangnya tidak. Kalau ada orangnya, kemampuan SDM-nya seperti apa,” ungkapnya.
Ray juga menyinggung soal kinerja Bawaslu RI. Dirinya menilai, investigasi belum menjadi budaya di dunia Bawaslu RI. Selama ini, pelanggaran yang ada baru sekadar temuan.
“Jadi, terima laporan, verifikasi laporan, baru jadi temuan. Ini jadi tantangan Bawaslu ke depan,” tutup Ray.
[MBN]