BIMATA.ID, Jakarta- Harga minyak dunia mulai mereda dibanding beberapa waktu lalu yang sempat menembus US$120 per barel.
Dilansir dari Reuters, per Selasa (04/10/2022), harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November berada di level US$83,63 per barel. Sementara, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember dibanderol US$88,86 per barel.
Harga Brent memang fluktuatif. Harga minyak ini tercatat naik 11,21 persen selama satu tahun belakangan (yoy).
Pada awal 2022, Brent dibanderol US$78,98 per barel. Sejak itu, harganya terus mendaki sampai menyentuh level tertinggi pada 3 Agustus 2022, yakni US$127,98 per barel.
Harga Brent yang menyentuh level di atas US$100 per barel ini merupakan tertinggi sejak 2014. Saat itu, Brent sempat dibanderol US$107,57 per barel.
Mengutip Market Watch, harga Brent juga naik 15,96 persen secara year to date (ytd). Meski demikian, dalam tiga bulan terakhir harga Brent melemah 20,6 persen. Sedangkan dalam satu bulan terakhir harga Brent turun 4,52 persen.
Sementara itu, harga WTI secara tahunan meningkat 7,61 persen. Sedangkan, secara ytd harga WTI naik 12,79 persen.
Di awal 2022, harga WTI berada di level US$76,08 per barel. Harga minyak yang sering dijadikan acuan harga minyak global ini terus mendaki sampai menyentuh level tertinggi pada 3 Agustus 2022, yakni US$123,7 per barel.
Sama seperti Brent, dalam tiga bulan terakhir harga WTI cenderung turun. Yakni, minus 14,52 persen. Sedangkan, dalam sebulan terakhir WTI turun 2,13 persen. Adapun harga terendah WTI terjadi pada awal 2021, yakni di level US$65,57 per barel.
Setelah harga minyak dunia mulai turun ke level di bawah asumsi pemerintah, yakni sekitar US$100 per barel, harga bahan bakar minyak (BBM) pertamax pun ikut turun dari Rp14.500 menjadi Rp13.900 per liter mulai Sabtu (01/10/2022) lalu. Selain itu, harga pertamax turbo juga turun dari Rp15.900 menjadi Rp14.950 per liter.
Sayangnya, penurunan harga pertamax tidak diikuti oleh pertalite. Harga pertalite masih di posisi Rp10.000 per liter.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengatakan sebenarnya pemerintah bisa saja menurunkan harga pertalite di tengah penurunan harga minyak mentah dunia.
Pasalnya, selama ini narasi yang didengungkan adalah kenaikan harga BBM subsidi itu karena harga minyak dunia yang melambung.
“Saya pikir dalam konteks lebih strategis lagi, dalam konteks makro, untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, saya pikir penurunan harga minyak mentah ini semestinya direspons pemerintah dengan menurunkan harga BBM subsidi,” ujarnya.
Menurutnya, saat pemerintah menurunkan harga pertalite, maka pemerintah konsisten terhadap kebijakannya sendiri bahwa harga jual BBM subsidi memang didasari oleh pergerakan harga minyak mentah dunia.
Memang, ia menyebut potensi penurunan harga pertalite tidak banyak alias sulit untuk kembali ke level Rp7.650 per liter. Namun, sekali lagi, hal itu setidaknya memberi sinyal positif bahwa pemerintah konsisten terhadap kebijakan penetapan harga jual eceran BBM subsidi.
Selain itu, ia juga mengatakan pemerintah bisa meredam dampak inflasi akibat kenaikan harga BBM jika mereka menurunkan harga pertalite.
(ZBP)