Bimata

Sri Mulyani Diminta Jelaskan ke Masyarakat Terkait Utang Pemerintah

BIMATA.ID, Jakarta- Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun meminta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjelaskan kepada publik soal kemampuan pemerintah membayar utang. Ini perlu dilakukan untuk membangun kepercayaan terhadap pemerintah.

“Kita harus mulai membangun ‘confidence’ (kepercayaan diri) kepada masyarakat bahwa pemerintah yang berutang itu mempunyai ‘ability to pay‘ (kemampuan untuk membayar),” ujar Misbakhun, Rabu (31/08/2022).

Misbakhun dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI dengan Pemerintah di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, yang beragendakan pembahasan asumsi dasar makro RAPBN 2023 mengatakan bahwa penjelasan soal rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) belum cukup bagi publik. Dia beralasan masih ada rasio lain, misalnya besar penerimaan pajak berbanding jumlah utang.

Dia menuturkan semestinya pemerintah menjelaskan besaran penerimaan pajak yang dipakai untuk membayar utang negara.

Harapannya, kata dia, ada kepastian bahwa pemasukan dari pajak mencerminkan kemampuan pemerintah membayar utang sehingga tidak ada kesan gali lubang tutup lubang.

“Ada fundamental data yang di-‘share‘ untuk membangun ‘confidence’ bahwa apa yang disampaikan tidak hanya sebuah penyampaian yang bersifat persuasif,” kata Misbakhun.

Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu merujuk paparan Menkeu Sri Mulyani soal utang pemerintah mencapai Rp7.123,62 triliun per Juni 2022. Angka itu setara 37,9 persen dari PDB 2022.

“Lah, yang menjadi pertanyaan ialah berapa sebenarnya volume PDB kita pada 2022 yang menjadi ‘baseline’ perhitungan di angka 37,91 persen tersebut?,” ujar Misbakhun mempertanyakan.

Dia menyebutkan, data BPS memperlihatkan PDB pada 2020 mencapai Rp15.434,2 triliun. Adapun PDB 2021 sebesar Rp16.970,8 triliun

Dia mengaku tidak pernah mempermasalahkan jumlah sebenarnya tentang utang pemerintah. Alasannya, utang merupakan keniscayaan dalam mengelola negara. Namun, Misbakhun ingin tahu soal pemegang Surat Berharga Negara (SBN).

“Siapa sih, di dalam negeri yang menjadi pemegang SBN ini karena biasanya negara-negara yang mulai kuat pertumbuhan ekonominya, utangnya diserap di dalam negeri sehingga ‘circle’ (perputaran) bisnis berjalan antara negara dan sektor keuangan,” tuturnya.

 

(ZBP)

Exit mobile version