Bimata

Prabowo dan Sikap Overthinking Lawan Politiknya

Penulis: Ti Kama

Kurang lebih sebulan yang lalu, pertemuan sakral yang dihadiri oleh puluhan ribu kader Partai Gerindra sukses diselenggarakan. Acara itu bukan hanya berjalan lancar tanpa suatu hambatan apapun, melainkan melahirkan sebuah keputusan bersama, terpimpin dan terukur. Keputusan yang tidak main-main.

Keputusan yang melahirkan kembali nama sang Ketua Umum Partai nomor dua terbesar di Indonesia itu sebagai calon presiden pada perhelatan Pemilu yang akan datang. Ya, Prabowo Subianto kembali dicalonkan sebagai presiden oleh Partai Gerindra dan tentunya oleh PKB sebagai partner perjuangannya.

Pasca keputusan itu tersiar ke penjuru Indonesia, nama Prabowo kembali diperbincangkan oleh banyak kalangan. Kendatipun ini sudah kali ketiga Sang Patriot turun di gelanggang pertarungan, namun tetap saja topik pembicaraan mengenai dirinya tak pernah berubah. Itu-itu saja, hanya begitu-begitu saja.

Yang terbaru, Prabowo sempat diserang oleh berita hoaks yang bertebaran di seantero media sosial. Diberitakan bahwa, sang Menteri Pertahanan di Kabinet Jokowi saat ini tengah tersandung kasus korupsi. Naudzubillah.

Belum lagi isu-isu lain yang kian digiring oleh kelompok “bawah tanah”, yang berspekulasi bahwa Gerindra saat ini terpecah belah. Bukan tanpa sebab penggiringan opini itu terjadi. Hal ini bisa saja disebabkan oleh keberadaan kader yang tidak patuh, kader yang sembrono, yang hanya mementingkan nasib personalnya. Kader kutu loncat istilah bekennya.

Padahal, bukankah dalam sebuah partai politik yang harus diutamakan adalah asas dan tujuan bersama dalam mewujudkan cita-cita bangsa ini? Lagi pula tujuan dibentuknya partai politik jelas-jelas untuk merubah keadaan bangsa, dari yang semulanya carut-marut menjadi lebih baik lagi. Maka, akan terdengar aneh jika ada kader yang seperti itu dalam partai politik bukan?

Maksud saya, Gerindra juga harus hati-hati. Gerindra perlu mengidentifikasi kader-kader kutu loncat semacam ini. Pendek kata, jika tak bisa berada dalam satu barisan yang sama, silakan angkat kaki. Ketimbang hanya menjadi duri dan benalu di masa yang akan datang.

Dua hal di atas menjadi semacam bukti konkrit, kalau saat ini ada banyak sekali lawan-lawan politik Prabowo yang mulai diserang oleh “gejala” Overthinking. Menukil dari sebuah catatan artikel, Overthinking merupakan suatu kecenderungan seseorang untuk memikirkan sesuatu secara berlebihan, baik yang sudah terjadi maupun yang belum terjadi.

Berita hoaks yang di atas membuktikan bahwa, si pembuat berita (lawan politik-red), benar-benar dalam rasa cemas yang luar biasa. Mereka dalam kekhawatiran yang berkepanjangan.

Hari-hari mereka banyak dihantui oleh bayang-bayang sosok Prabowo. Bahkan, bisa jadi mereka cenderung merefleksikan tindakan itu dengan berbicara kepada diri sendiri; Bagaimana jika Prabowo jadi presiden? Bisa jadi dia akan membasmi seluruh bisnis ilegal kami. Kasus-kasus korupsi kita akan dibongkar habis. Pada akhirnya kita akan mati dan membusuk di lubang penjara. Maka, kita harus menyerang Prabowo dengan isu hoaks!

Bayangkan kawan. Bayangkan bagaimana jika rasa cemas itu benar-benar dialami oleh mereka.

Di sisi lain, saat ini seorang Prabowo sedang tenang-tenang saja. Saking senangnya, ia membiarkan orang-orang yang tak suka dengan dirinya bagai angin lalu. Prabowo tetap fokus pada tugas dan tanggung jawabnya selaku pembantu presiden. Karena, bagaimanapun Prabowo tahu, Prabowo paham apa yang harus dilakukan untuk kemajuan negaranya.

Lihat saja bagaimana ia rela panas-panasan ikut memastikan pendistribusian BLT di tanah Maluku. Belum lagi, ia memastikan pembangunan Rumah Sakit bagi prajurit TNI di daerah-daerah terpencil. Pendidikan pun ia sasar. Lihatlah, bagaimana Sang Patriot memastikan generasi-generasi muda yang ada di Universitas Pertahanan sana.

Pertanyaannya, dengan kenyataan yang ada, masihkah saudara yang terlalu overthinking ini mencemaskan Prabowo sebagai presiden yang akan datang?

Sekian

Exit mobile version