BIMATA.ID, Jakarta- Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan mengatakan pemerintah harus menelan pil pahit sebagai dampak dari keputusan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi.
Djayadi menilai, kenaikan harga BBM berisiko terhadap turunnya penilaian masyarakat terhadap pemerintah.
“Saya kira risiko itu harus diambil oleh pemimpin, presiden. Approval rating turun, tapi itu semacam pil pahit yang harus diterima,” kata Djayadi, Minggu (04/09/2022).
Ia berpendapat pemerintah menghadapi situasi sulit dalam mengambil kebijakan tersebut. Pasalnya, jika tidak menaikkan harga BBM bisa berdampak panjang bagi perekonomian negara.
Djayadi mengibaratkan langkah yang diambil pemerintah adalah mundur satu langkah untuk maju 10 langkah.
“Yang lebih dipikirkan adalah bagaimana caranya agar masyarakat tetap bisa daya belinya tidak turun terlalu jauh, tapi APBN tidak mengalami kesulitan yang menimbulkan kita tidak bisa menjalankan program-program kenegaraan yang lebih jauh,” tuturnya.
Djayadi pun mengatakan sebelum memutuskan untuk menaikkan harga BBM pemerintah telah memutuskan bakal memberikan bantuan langsung tunai (BLT) ke masyarakat bawah yang terdampak.
Menurutnya, ini merupakan salah satu mitigasi yang memang harus diambil pemerintah.
Djayadi mengibaratkan langkah yang diambil pemerintah adalah mundur satu langkah untuk maju 10 langkah.
“Yang lebih dipikirkan adalah bagaimana caranya agar masyarakat tetap bisa daya belinya tidak turun terlalu jauh, tapi APBN tidak mengalami kesulitan yang menimbulkan kita tidak bisa menjalankan program-program kenegaraan yang lebih jauh,” tuturnya.
Djayadi pun mengatakan sebelum memutuskan untuk menaikkan harga BBM pemerintah telah memutuskan bakal memberikan bantuan langsung tunai (BLT) ke masyarakat bawah yang terdampak.
Hal ini merupakan salah satu mitigasi yang memang harus diambil pemerintah.
(ZBP)