BIMATA.ID, Jakarta- Akses pangan yang bergizi di tingkat rumah tangga masih menjadi salah satu permasalahan utama tingginya prevalensi balita stunting di Nusa Tenggara Timur. Oleh karena itu, selain peningkatan kesejahteraan dan akses pangan, diperlukan edukasi dan sosialisasi gizi anak kepada keluarga agar mencapai keseimbangan nutrisi yang dibutuhkan.
Hal demikian disampaikan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar dalam kunjungan kerjanya di Desa Tubu, Kecamatan Bikomi Nilulat, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur pada Selasa (16/8/2022).
“Kami dari Kementerian Desa punya perhatian khusus, terkait dengan penurunan stunting. Karena kami ingin warga NTT semakin hari makin cerdas, makin pintar, dan kami ingin lahir tokoh-tokoh nasional dari Nusa Tenggara Timur, dan kuncinya cuma satu yaitu makan makanan bergizi dan tekun belajar” ungkap Doktor Honoris Causa asal UNY.
Pada perjalanan menuju Desa Tubu, ada hal yang membuat Gus Halim prihatin dengan calon generasi di Desa tersebut.
Saat menyaksikan fakta beberapa anak di bawah umur lebih senang makan mie instan daripada makan beras atau ayam. Sebab menurutnya, itu merupakan kebiasaan yang buruk apalagi dilakukan di usia dini.
“Ketika saya jalan kesini tadi melihat beberapa anak kecil makan mie instan, lalu saya tanya enak makan mie atau beras? ternyata banyak yang milih makan mie instan. Jangan-jangan lebih milih makan mie instan daripada ayam,” papar Gus Halim.
Dengan fakta tersebut, maka Gus Halim mengajak seluruh elemen masyarakat Desa untuk merubah pola makan mereka secara komprehensif. Mulai dari beternak dan bertani yang dapat memberikan manfaat positif terhadap peningkatan gizi mereka.
“Saya mengajak kepada kita semua, pola makannya harus kita tata secara menyeluruh . Karena banyak makanan di sekitar kita yang jauh lebih bergizi daripada makan mie instan. Perbanyaklah ternak ayam, tanam pohon kelor. Itu sangat penting untuk menurunkan stunting”, ungkap Gus Halim.
Gus Halim pun yakin desa-desa akan lebih mudah menangani stunting di desa, apalagi didukung dengan data desa berbasis SDGs Desa yang berbasis individu dan rumah tangga.
“Data desa yang dikumpulkan relawan desa itu bisa langsung merujuk pada keluarga dan individu penderita stunting, sehingga penangananya akan lebih mudah” jelas Gus Halim.
Dalam kunjungannya, Gus Halim juga menyempatkan berkunjung ke BUM Desa Pala Opat yang dimiliki Desa Tubu. Menurutnya, BUM Desa merupakan motor penggerak yang efektif bagi desa untuk pengentasan kemiskinan dan menekan angka stunting.
Gus Halim mengingatkan bahwa titik tekan adanya BUM Desa adalah untuk membuka akses pemerataan terhadap (income) ekonomi demi kesejahteraan masyarakat, bukan pada pendapatan Desa.
“Saya ucapkan selamat dengan berbagai macam gerakan yang diproduksi sejauh ini. Namun ingat, pada prinsipnya BUMDesa itu untuk kesejahteraan masyarakat bukan semata-mata untuk pendapatan Desa,” tambah Gus Halim.
Walau demikian, Gus Halim mengapresiasi eksistensi BUMDes yang semakin hari makin bermanuver di berbagai jenis produk yang dimiliki di Desa Tubu.
Melihat beberapa varian produk yang diluncurkan, Gus Halim pun dengan tegas meminta para jajarannya untuk membantu produk BUM Desa tersebut mendapatkan status HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) agar produk yang lahir dari santuhan tangan kreatif warga Desa Tubu tak mudah diklaim dan diadopsi oleh bangsa lain.
“Untuk menjaga produk ini agar tetap menjadi hak dan kekayaan masyarakat Desa ini, maka saya akan meminta kepada jajaran kami untuk membantu memperkuat status kepemilikan produk ini supaya bersertifikat HAKI, dan saya minta agar diproses secepatnya ke Kemenkumham,” pungkas Gus Halim.
Hadir mendampingi Gus Halim, Dirjen PEID Harlina Sulistyorini, Kepala BPI Ivanovich Agusta, dan Dirjen PPDT Eko Sri Haryanto.