BIMATA.ID, Jakarta- mendorong pemerintah untuk menghitung ulang harga bahan bakar minyak (BBM) berdasarkan harga beli impor dan kemampuan daya beli masyarakat.
Hal ini dia katakan menyusul kabar wanti-wanti Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia terhadap kenaikan harga BBM yang dapat terjadi akibat beban subsidi yang membengkak Rp600 triliun di akhir 2022 ini.
Pengamat Kebijakan Publik Bambang Haryo Soekartono (BHS) meminta perhitungan yang realistis terhadap penentuan harga BBM dan subsidi dari pemerintah pasalnya hal tersebut merupakan kepentingan untuk memenuhi hajat hidup rakyat.
“Sehingga penting bagi Pemerintah untuk mempertimbangkan harga BBM berdasarkan kemampuan daya beli masyarakat Indonesia, bukan pertimbangan jumlah penduduk,” kata BHS, Sabtu (13/08/2022).
Dia mencontohkan harga BBM di Singapura jenis Oktan 95 senilai US$ 2,022 atau Rp30.200 per liter. Padahal Singapura memiliki penduduk sebanyak 5,6 juta jiwa.
Meski dua kali lipat lebih tinggi dari Indonesia, UMR di negara tersebut sebesar S$ 5.000 atau setara dengan Rp53 juta. Sementara di Indonesia sendiri UMR masih berada di kisaran Rp2 juta – Rp4,7 juta.
“Perlu diketahui bahwa tingginya harga BBM di suatu negara tidak ada korelasinya dengan jumlah penduduk, akan tetapi sangat berhubungan dengan kemampuan daya beli masyarakatnya,” tegasnya.
BHS juga pernah membandingkan harga BBM Malaysia dan Indonesia. Pernyataannya menuai polemik setelah Menteri BUMN Erick Thohir dan Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga mengimbau masyarakat untuk tidak membandingkan antara Pertamina dan Petronas.
BHS menilai pernyataan kedua pejabat itu melanggar kebebasan berpendapat yang merupakan bentuk demokrasi di Indonesia. Masukan yang diberikan soal harga BBM ini dapat memperkaya kajian yang berimbang.
(ZBP)