BIMATA.ID, Jakarta- Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan PT Perusahaan Listrik Negara (persero) atau PLN hingga industri dalam negeri lainnya terancam kekurangan pasokan batu bara kembali.
Menurutnya, hal ini terjadi akibat lebih banyak pengusaha yang lebih suka mengekspor dibanding memenuhi Domestic Market Obligation (DMO) batu bara karena disparitas harga yang tinggi supaya dapat untung lebih besar.
Saat ini, harga batu bara internasional sudah menyentuh level di atas US$340 per ton. Adapun harga batu bara ICE Newcastle pada Senin (8/8) lalu mencapai US$349,5 per ton.
Sementara, harga DMO hanya US$70 per ton untuk sektor kelistrikan US$90 per ton untuk non kelistrikan.
“Ini mengakibatkan potensi industri dalam negeri bisa mengalami kekurangan,” ujar Arifin dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (09/08).
Ia menyebut keengganan pengusaha melaksanakan DMO juga terjadi karena sanksi berupa pembayaran dana kompensasi dengan tarif yang kecil. Menurutnya, keuntungan dari ekspor yang lebih besar dibanding biaya sanksi membuat mereka melanggar kebijakan DMO.
“Untuk itu, ada kecenderungan untuk menghindari kontrak dengan industri dalam negeri,” kata Arifin.
Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atawa PLN Darmawan Prasodjo mengatakan celakanya ancaman krisis pasokan emas hitam ini terjadi seiring dengan meningkatnya permintaan listrik. Padahal, Kementerian ESDM sebenarnya telah memberikan penugasan tambahan alokasi batu bara sebesar 31,8 juta metrik ton (MT) sepanjang Januari hingga Juli 2022.
“Namun, dari penugasan tersebut efektivitasnya sekitar 45 persen, yaitu 14,3 juta MT yang sudah berkontrak dari tambahan tersebut,”pungkas Darmawan.
Meski masih aman, kata dia, bila kondisi ini terus berlanjut tidak menutup kemungkinan krisis batu bara bisa menghantui PLN kembali.
(ZBP)