BIMATA.ID, Jakarta- Menteri Keuangan Sri Mulyani tak habis pikir melihat tren kenaikan harga minyak mentah dunia saat ini, padahal kata dia pada awal-awal pandemi Covid-19 di April 2020 harga minyak saat itu sempat bergerak negatif, tapi saat ini harga minyak sudah naik hampir 350 persen.
Hal tersebut dikatakan Sri Mulyani saat melakukan pertemuan Menkeu dan Gubernur Bank Sentral G20 di Bali, Jumat (15/7/2022).
“Sekarang kita menghadapi situasi ekstrem,” kata Sri Mulyani.
Kondisi kata dia makin menambah buruk situasi ekonomi global, usai sempat ingin pulih usai pandemi Covid-19.
Lebih lanjut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina menjadi salah satu faktor meningkat harga sejumlah komoditas global termasuk komoditi energi.
Minyak mentah dikatakan Sri Mulyani saat ini harganya makin tak karuan, sempat menyentuh level USD140/barel telah membuat kenaikan inflasi disejumlah negara, Amerika Serikat, Inggris hingga negara Eropa.
Tak hanya itu, lonjakan harga minyak mentah ini juga telah menumbangkan sejumlah negara, sebut saja Sri Lanka yang harus menelan pil pahit karena mengalami resesi hingga 85 persen.
Begitu juga dengan harga gas alam yang melesat hingga 60 persen, kondisi kata Sri Mulyani menambah penuh ketidakpastian ekonomi global.
“Bahkan di sejumlah negara mengalami kelangkaan. Kami melihat ini memiliki implikasi politik dan sosial yang besar di Sri Lanka, Ghana, Peru. Ekuador dan di tempat lain,” tuturnya.
Kelangkaan gas alam pun disebut menjadi ancaman penghambat pemulihan ekonomi negara. Oleh sebab itu, Sri Mulyani meyakini saat ini situasi global alami krisis energi.
“Perang serta kenaikan harga komoditas dapat memperburuk lonjakan inflasi global dan meningkatkan ketidakstabilan sosial lebih lanjut. Kita bisa melihat penurunan lebih lanjut dalam standar hidup, terutama untuk rumah tangga miskin dan rentan,” pungkasnya.