BIMATA.ID, Jakarta – Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), diminta melibatkan partisipasi masyarakat sebagaimana amanat Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Perundang-undangan.
Hal itu disampaikan Anggota Dewan Pers, Ninik Rahayu, saat konferensi pers menyikapi RUU KUHP dalam kaitannya dengan kebebasan pers. Ia mengatakan, pihaknya bersama konstituen sudah menggelar dialog seminggu yang lalu. Dialog tersebut menyepakati upaya dekolonisasi KUHP.
“Kita ingin ada perubahan di dalam KUHP, karena memang secara substansif sudah banyak dilakukan perubahan, terutama melalui UU organik,” katanya di Gedung Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (15/07/2022).
Ia mengemukakan, setiap proses legislasi, Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI harus patuh terhadap UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Perundang-undangan.
Di mana, dalam UU itu menjelaskan bahwa setiap pembuatan, pengembangan, dan perubahan UU harus adanya partisipasi publik untuk mendapatkan porsi dalam rangka tata kelola pemerintahan yang baik.
Apalagi, ujarnya, ada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI tahun 2019 tentang mining full participation. Di mana, partisipasi bermakna mensyaratkan bukan hanya mendengarkan masukan-masukan, tetapi memberikan feedback.
Sehingga, Pemerintah RI dan DPR RI harus memberikan feedback alasan kenapa masukan diterima atau ditolak.
“RKUHP sebagai upaya dekolonisasi terhadap KUHP perlu harmonisasi, dan wajib kita dukung. Dewan Pers juga akan mendukung bersama konstituen, tetapi prosesnya harus mining full participation, tidak bisa lagi diam-diam dengan alasan supaya enggak gaduh,” ujar Ninik.
[MBN]