BIMATA.ID, Jakarta- Pemerintah membatasi pembelian pupuk subsidi seiring melonjaknya harga bahan baku untuk pupuk.
Pembatasan tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10/2022 tentang Tata Cara Penebusan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi di Sektor Pertanian.
Direktur Pupuk dan Pestisida Kementerian Pertanian (Kementan), Mohammad Hatta, mengatakan, “Pupuk yang disubsidi hanya NPK dan Urea. Lalu, pupuk subsidi itu dibatasi untuk sembilan komoditas pangan yang mempengaruhi inflasi,” jelas Hatta.
Sebelumnya, pemerintah memangkas subsidi pupuk. Pemerintah memotong jumlah komoditas yang akan diberi pupuk subsidi dari 70 menjadi sembilan komoditas.
Sembilan komoditas yang diberi pupuk subsidi terdiri dari tiga subsektor yaitu tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan.
Subsektor tanaman pangan terdiri dari padi, jagung, dan kedelai. Subsektor hortikultura terdiri dari cabai, bawang merah, dan bawang putih. Kemudian subsektor perkebunan terdiri dari tebu rakyat, kakao, dan kopi.
Mulai September 2022 pupuk hanya diperuntukkan kepada sembilan komoditas tersebut. Kementan juga akan terus menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait penyaluran pupuk subsidi.
Hatta mengatakan, penyimpangan pupuk subsidi kini menjadi perhatian semua pihak dan menjadi temuan BPK.
Upaya mencegah penyimpangan yang dilakukan Kementan yaitu pengembangan sistem verifikasi dan validasi penyaluran pupuk subsidi, serta mendorong petugas berperan aktif melakukan pengawasan.
Sebagaimana harapan petani, pengamat pertanian Khudori juga mengatakan pemerintah harus memastikan pupuk yang disubsidi dapat menjangkau petani secara merata.
Sebab, kenaikan harga pupuk dan bahan bakar minyak (BBM) saat ini memberikan dampak besar pada ongkos pertanian.
Khudori mengatakan selama ini petani kerap kekurangan pupuk subsidi dan memaksa petani akhirnya membeli pupuk nonsubsidi.
Di samping itu, ongkos produksi juga terjadi pada tenaga kerja sektor pertanian karena kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM.
“Perlu diwaspadai dampak kenaikan ini pada produksi pangan-pangan utama, terutama padi, jagung, dan kedelai sampai akhir tahun dan tahun depan. Kebijakan penyesuaian subsidi pupuk ini mestinya bukan akhir. Jika situasi berubah, perlu penyesuaian lagi,” kata sang pengamat.
Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menilai berdasar kondisi lapangan, pemberian subsidi pupuk dengan pendekatan by name by address, justru tidak praktis dalam pelaksanaan.
“Karena sebagian besar lahan petani kita yang relatif kecil, ada ketidaksesuaian antara kemasan pupuk dengan kuota pupuk yang didapatkan petani, pendistribusian secara kolektif akan lebih mengefektifkan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pupuk,” ujar Henry.
(ZBP)