BIMATA.ID, Jakarta- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama negara-negara Asia Tenggara mengembangkan konsep fisheries refugia (refugia perikanan) untuk mendorong tata kelola perikanan berkelanjutan. Konsep ini juga diharapkan dapat mendukung implementasi penangkapan ikan terukur di Indonesia khususnya pada zona pemijahan (spawning ground) dan asuhan (nursery ground).
Perkembangan implementasi fisheries refugia di Indonesia disampaikan Delegasi Indonesia pada Forum The 6th Regional Scientific and Technical Committee (RSTC) Meeting for the Southeast Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC)/United Nations Environment Program (UNEP)/Global Environment Facility (GEF) Project on Establishment and Operation of a Regional System of Fisheries Refugia in the South China Sea and Gulf of Thailand (Fisheries Refugia), 4-6 Juli 2022, di Samut Prakan, Thailand.
“Indonesia sebelumnya telah menetapkan dua lokasi fisheries refugia, yaitu Kalimantan Barat untuk spesies udang penaeid, dan Bangka Belitung untuk cumi-cumi, berdasarkan kondisi habitat dan stok ikan yang terancam,” ujar Kepala Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP, Yayan Hikmayani sebagai National Focal Point Delegasi Indonesia.
Yayan mengatakan, sejalan dengan zonasi di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), fisheries refugia identik dengan pengelolaan habitat yang digunakan ikan selama fase pemijahan dan asuhan diyakini dapat diterapkan untuk diimplementasikan pada seluruh WPP Negara Republik Indonesia.
“Indonesia berkomitmen untuk menyelesaikan seluruh output dari proyek ini dan mengawal rekomendasi hasil kajian fisheries refugia menjadi penetapan Rencana Pengelolaan Perikanan yang selanjutnya dapat diduplikasi untuk WPP lainnya dalam rangka turut mendukung kebijakan Perikanan Terukur,” tambah Yayan.
Menurut Astri Suryandari dari Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan (BRPSDI) BRSDM, yang mewakili Delegasi Indonesia dan ditunjuk sebagai Alternatate Scientific and Technical Focal Point Proyek Fisheries Refugia dari Indonesia, konsep fisheries refugia didasarkan pada pendekatan berbasis wilayah untuk pengelolaan perikanan. Tujuannya untuk mempertahankan habitat sumber daya ikan serta meminimalkan efek penangkapan terhadap stok ikan di area dan pada fase penting siklus hidupnya, yaitu fase pemijahan dan asuhan yang menentukan keberlanjutan stok ikan tersebut.
“Fisheries refugia bukan merupakan wilayah yang tidak dapat dimanfaatkan atau no take zone, tetapi merupakan wilayah yang dapat dikelola secara berkelanjutan dan pada saat tertentu harus ditutup atau closed season demi kepentingan rekruitmen dan kelangsungan hidup spesies sumberdaya ikan tertentu”, lanjut Astri.
Sebagai informasi, pertemuan regional RSTC merupakan forum untuk menyampaikan perkembangan implementasi capaian kegiatan fisheries refugia yang dihadiri oleh para scientific dan technical focal point serta tim teknis yang melaksanakan kegiatan fisheries refugia di masing-masing negara peserta forum. Pada tahun ini Indonesia bertindak sebagai Vice Chair (Wakil Ketua) yang memimpin pertemuan bersama dengan Ketua (Chair) terpilih yaitu Malaysia.
Proyek fisheries refugia diinisiasi oleh SEAFDEC, sebuah organisasi regional bidang perikanan yang beranggotakan semua negara ASEAN dan Jepang. Proyek ini salah satunya berfokus pada peningkatan kapasitas dan pengembangan Sumber Daya Manuia (SDM) di bidang perikanan, dengan dukungan pembiayaan dari UNEP dan GEF. Sejak 2019 Indonesia menjadi salah satu negara yang terpilih untuk menjadi pilot project fisheries refugia bersama lima negara ASEAN lainnya, yaitu Kamboja, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Dalam pertemuan RSTC keenam ini, selain dilaporkan perkembangan implementasi fisheries refugia di masing-masing negara, juga dibahas dan didiskusikan terkait dengan tantangan dan best practice alat dan metode penangkapan, rencana pemetaan fisheries refugia dalam Google Maps, dan aspek kesetaraan gender dalam partisipasinya di kegiatan yang berhubungan dengan fisheries refugia. Setelah membahas capaian project setiap negara, pertemuan RSTC keenam diisi dengan brainstorming untuk percepatan penyelesain project di setiap negara, presentasi progress kegiatan dan pembahasan pembiayaan serta mekanisme penyelesaian proyek.
Pengembangan fisheries refugia di Indonesia sejalan dengan kebijakan penangkapan ikan terukur yang telah ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono. Menurutnya, Indonesia memiliki komitmen yang kuat untuk memulihkan kesehatan laut dan mempercepat ekonomi laut yang berkelanjutan.