BIMATA.ID, Jakarta- Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menuding pemerintah belum maksimal membantu memajukan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Hal tersebut tercermin dari penyaluran kredit untuk UMKM yang hanya 18,7 persen, yakni sebesar Rp1.127 triliun dari total kredit Rp6,2 triliun.
“Atas arahan Bapak Presiden kepada kami, kredit yang harus dikucurkan pada 2023-2024 minimal 30 persen untuk UMKM kita. Artinya kalau sekarang cuma Rp1.127 triliun, kalau naik 30 persen, berarti sekitar Rp1,6 sampai Rp1,7 triliun,” kata Bahlil dalam Pemberian NIB Pelaku UMK Perseorangan, Rabu (6/7).
Menurutnya, rendahnya kredit perbankan kepada UMKM disebabkan oleh banyaknya UMKM informal yang belum memiliki izin usaha.
“Kenapa? Karena izinnya itu dulu waktu saya jadi pengusaha, jangankan ketemu bupati walikota, ketemu kepala dinas saja minta ampun,” katanya.
Bahlil mengatakan kesulitan memperoleh izin inilah yang akhirnya membuat pemerintah menerbitkan UU Cipta Kerja Omnibus Law. UU tersebut bertujuan untuk memberikan pelayanan cepat kepada dunia usaha.
“Dunia usaha itu membutuhkan tiga hal, kecepatan, transparansi dan efisiensi. Dan tidak neko-neko. Dulu kita masuk, urus izin, banyak meja dilewati. Setiap meja ada hantu berdasi maupun tidak berdasi yang berkeliaran di pinggir meja. Ini pengalaman saya. Dengan UU Cipta Kerja, semua sudah transparan sekali,” jelas Bahlil.
Ia menjelaskan sekarang UMKM tidak perlu lagi dibuat ribet dalam memperoleh izin usaha. Sebab, semua dapat diperoleh menggunakan aplikasi.
“Sekarang tidak perlu lagi ketemu bupati, ketemu kepala dinas, tidak perlu ketemu menteri, cukup lewat aplikasi, NIB (Nomor Induk Berusaha) bapak ibu sudah bisa keluar. Itu untuk memudahkan UMK dan pelaku usaha perseorangan. Tidak ada lagi bayar-bayar sertifikat halal, SNI juga tidak perlu dibayar,” tutur Bahlil.
(ZBP)