BeritaEkonomiKomunitasNasionalPerkebunanPertanian

Asosiasi Petani Sawit Desak Pemerintah Bangun Pabrik Minyak Makan Merah

BIMATA.ID, Jakarta- Asosiasi petani kelapa sawit Indonesia (Apkasindo) meminta pemerintah segera mengembangkan industri minyak makan merah. Selain, itu Apkasindo juga meminta pemerintah memberikan pupuk subsidi kepada petani kelapa sawit.

Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Manurung mengatakan industri minyak makan merah (M3) akan mencegah terjadinya kelangkaan minyak goreng.

Hitung-hitungannya, jika pemerintah membangun lima koperasi pengelola pabrik M3 dengan kapasitas 10 ribu ton per hari di 22 provinsi, maka akan menghasilkan 33 ribu ton atau 33 juta kilogram minyak makan merah per bulan.

“Artinya 33 juta kilogram ini, kebutuhan minyak goreng Indonesia per bulannya 200 juta liter atau 160 kilogram, paling tidak pabrik M3 ini sudah membantu 21 kebutuhan minyak goreng nasional,” ujar Gulat dalam webinar Kondisi Perdagangan Kelapa Sawit Nusantara, Kamis (21/07/2022).

Gulat mengatakan, saat ini petani kelapa sawit membutuhkan bantuan berupa pupuk subsidi. Maka dari itu, Gulat meminta Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) kelapa sawit untuk memberikan bantuan tersebut.

Dalam kesempatan yang sama, Gulat juga meminta agar penetapan harga TBS harus berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 55 tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 tahun 2012 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Ekspor atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang Dikenakan Bea Keluar.

Selama ini, penetapan harga TBS merujuk pada tender KPBN yang membuat harga TBS tidak kompetitif. Selain itu, Kementerian Keuangan juga merujuk pada Permendag 55 tahun 2015 dalam menentukan pajak, bukan berdasarkan tender KPBN.

Dirinya memberi contoh harga TBS berdasarkan Permendag 5 tahun 2015 adalah Rp3.133 per kilogram pada Juli 2022. Namun, harga TBS turun menjadi Rp1.600 per kilogram berdasarkan tender KPBN. Sementara, harga ril di pabrik kelapa sawit bisa turun lagi menjadi Rp950 per kilogram.

“Kenapa ketika menetapkan pajak diambil harga tertinggi, tetapi ketika menghitung harga TBS petani, kami disuruh berkiblat pada tender KPBN. Ini yang saya sebut tidak adil,” ungkap Gulat.

 

 

(zbp)

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close