BIMATA.ID, Jakarta – Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia (RI), Ma’ruf Amin menegaskan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melarang pernikahan beda agama. Meski dilarang, akan tetapi ada putusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang mengabulkan permohonan nikah tersebut.
“Dari segi fatwa MUI tidak sejalan ya, tidak sejalan,” tuturnya, seusai menghadiri Rapat Dewan Pimpinan MUI di Kantor MUI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 28 Juni 2022.
Fatwa MUI yang dimaksud Wapres Ma’ruf adalah fatwa MUI Nomor 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 tentang Perkawinan Beda Agama yang ditetapkan pada 28 Juli 2005, yang menyatakan ‘Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah dan perkawinan laki-laki Muslim dengan wanita Ahlu Kitab, menurut qaul mu’tamad, adalah haram dan tidak sah’.
“Fatwanya sudah ada, waktu saya jadi Ketua Komisi Fatwa, fatwanya sudah ada,” pungkas Wapres Ma’ruf.
Nantinya, ujar Wapres Ma’ruf, Komisi Hukum MUI akan membahas langkah selanjutnya mengenai putusan PN Surabaya yang mengizinkan pernikahan beda agama.
“Akan dibahas di MUI seperti apa di Komisi Hukum, karena fatwanya memang tidak boleh, nanti MUI akan buat (langkah hukum),” ujar Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini.
Diketahui, hakim tunggal PN Surabaya, Imam Supriyadi, pada 26 April 2022 mengabulkan permohonan dua orang pemohon, yaitu Rizal Adikara yang beragama Islam dan Eka Debora Sidauruk yang memeluk Kristen.
Keduanya telah melangsungkan pernikahan menurut keyakinan agamanya masing-masing, yaitu secara Islam dan juga Kristen. Namun, ketika mereka akan mencatatkan pernikahannya di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya ternyata ditolak, dengan alasan keyakinan agama yang dianut oleh pasangan ini berbeda.
Selanjutnya oleh pejabat Dispendukcapil Surabaya dianjurkan untuk mendapat penetapan PN di tempat kedudukan hukum para pemohon.
Hakim tunggal Imam Supriyadi, yang meneliti perkara ini merujuk pada Pasal 21 Ayat (3) Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juncto Pasal 35 UU RI Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, lalu membuat tiga putusan.
Pertama, memberikan izin kepada para pemohon untuk melangsungkan perkawinan beda agama di hadapan pejabat Kantor Dispendukcapil Surabaya.
Kedua, memerintahkan kepada pejabat Kantor Dispendukcapil Surabaya untuk melakukan pencatatan perkawinan beda agama para pemohon ke dalam register pencatatan perkawinan dan segera menerbitkan akta perkawinan tersebut.
Selanjutnya, Dispendukcapil pun mencatat dan mengeluarkan permohonan akta perkawinan pasangan suami istri beda agama pada 9 Juni 2022 setelah adanya putusan dari Pengadilan.
[MBN]