BIMATA.ID, Jakarta – Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Andy Yentriyani mengemukakan, masih ada kasus penyiksaan perempuan yang berhadapan dengan hukum di Indonesia.
Andy menyampaikan, peran aparat penegak hukum, dalam hal ini polisi, menjadi penting untuk mengakhiri penyiksaan seksual pada perempuan yang berhadapan dengan hukum atau memberikan kondisi layak bagi tahanan perempuan.
Dirinya berharap, akan adanya pedoman yang dikeluarkan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait wacana pembentukan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak bisa disegerakan.
“Karena ini bisa jadi salah satu kunci untuk pencegahan penyiksaan seksual perempuan khususnya,” ujar Andy, saat Media Briefing Peringatan Hari Anti Penyiksaan Internasional di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (24/06/2022).
Saat ini, tindak penyiksaan perempuan masih ditemukan. Contohnya, seorang perempuan yang ditahan di Maluku diperkosa. Bahkan, kasus persetubuhan seksual anak perempuan tahanan yang jika melakukan hal tersebut, maka hukuman ayahnya bisa dikurangi.
“Dua model seperti ini bisa masuk dalam klausul penyiksaan seksual,” jelasnya.
Andy juga berharap, agar Kapolri bisa menerbitkan pedoman khusus, sebagaimana telah dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI) dan kejaksaan, guna mencegah penyiksaan seksual terhadap perempuan berhadapan dengan hukum.
Komnas Perempuan mencatat, isu-isu penyiksaan bagi perempuan dalam tahanan atau penangkapan terkait dengan konflik-konflik sumber daya alam atau agraria, hingga infrastruktur yang berkaitan dengan komunitas.
“Perempuan yang berhadapan dengan hukum kadang belum bisa mendapatkan hak-haknya karena berbagai persoalan struktural, termasuk penyikapan dari aparat penegak hukum yang dirasakan pernyataannya itu merendahkan, melecehkan,” tutur Andy.
[MBN]