BIMATA.ID, Jakarta – Wakil Menteri Agama (Wamenag) Republik Indonesia (RI), Zainut Tauhid menyebut, penolakan Ustadz Abdul Somad (UAS) merupakan hal biasa dan tidak perlu dibesar-besarkan.
Sebab, pejabat lainnya seperti Menhan RI, Prabowo Subianto dan mantan Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo juga pernah mengalami hal serupa.
“Saya merasa ikut prihatin atas kejadian yang menimpa UAS yang ditolak masuk ke Singapura oleh pihak Imigrasi. Saya kira masih banyak kejadian serupa yang menimpa warga negara Indonesia lainnya. Jadi, menurut saya hal biasa dan tidak perlu dibesar-besarkan,” ucap Zainut, dalam keterangan tertulis, Jumat (20/05/2022).
Zainut mencontohkan kejadian serupa misalnya, Prabowo Subianto yang pernah tidak diizinkan masuk ke Amerika Serikat (AS) sewaktu ingin menghadiri kelulusan putranya di Boston pada tahun 2000. Serta, penolakan Jenderal Gatot Nurmantyo masuk ke AS tahun 2017.
Lebih lanjut, Zainut menyampaikan, petugas Imigrasi di berbagai negara termasuk Indonesia juga memiliki otoritas untuk menolak atau menerima warga asing masuk wilayah suatu negara.
Misalnya, Indonesia melalui pihak Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus TPI Bandara Soekarno Hatta selama tiga bulan terakhir dari bulan Januari-Maret 2022 telah melakukan penolakan masuk 234 warga negara asing (WNA) dari berbagai negara dengan berbagai alasan.
“Beragam alasan penolakan warga negara asing masuk ke suatu negara selain alasan keimigrasian misalnya, karena masuk dalam daftar cekal, paspor rusak atau palsu, tidak kooperatif, mengganggu ketertiban umum dan lain sebagainya,” terangnya.
Dengan demikian, Zainut mengajak masyarakat untuk membangun sikap hidup yang lebih terbuka dan toleran agar tidak selalu dihantui perasaan curiga dan syak wasangka yang berlebihan.
Zainut berpendapat, ajaran agama Islam sendiri juga mengajarkan bahwa umat Islam harus menjauhi prasangka. Sebab, sebagian prasangka adalah dosa.
“Jadi menurut saya masalah pencekalan terhadap UAS meskipun kita ikut prihatin terhadap kejadian tersebut, namun sebaiknya kita tetap bersikap proporsional, tidak perlu emosi yang berlebihan,” imbuh Wamenag RI.
Wamenag RI juga meminta, agar masyarakat tidak mengaitkan masalah tersebut dengan intervensi politik negara misalnya menyebut ‘pesanan Jakarta’. Pasalnya, hal itu sangat tidak relevan dan tidak beralasan.
“Akan lebih bijak jika kita melakukan muhasabah untuk mengambil hikmah dan pelajaran dari peristiwa tersebut,” ungkap Zainut.
[MBN]