Bimata

Utang Pemerintah Kepada Pertamina

BIMATA.ID, Jakarta- Pemerintah ternyata memiliki utang yang besar kepada PT Pertamina (Persero) selaku BUMN penjual Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri.

Utang tersebut merupakan kompensasi yang harus dibayar oleh pemerintah kepada Pertamina dalam hal menjual BBM di bawah harga keekonomian.

Menurut data, Pertamina menjual harga BBM di luar batas keekonomian. Misalnya saat ini harga keekonomian Pertalite mencapai sekitar Rp 13.000 per liter, sementara harga jual Pertalite saat ini hanya mencapai Rp 7.650 per liter.

Nah, biaya selisih itulah yang menjadi biaya kompensasi pemerintah kepada Pertamina. Namun, dari catatan Sugeng, pemerintah masih memiliki utang kepada Pertamina di tahun 2018 mencapai Rp 84 triliun.

“Pertamina misalnya, carry over dari 2018 ada Rp 84 triliun yang belum dibayarkan ke Pertamina, Ini kan sangat mengganggu Pertamina,” katanya, Senin (23/05/2022).

Sugeng menyadari harga minyak mentah Indonesia alias ICP yang menjadi bahan baku pembuat produk BBM dari sisi pendapatan negara saat ini memang cukup menguntungkan. Namun bagi Pertamina justru menjadi beban tersendiri.

“ICP betul menaikkan pendapatan negara namun sekali lagi untuk mempertahankan cadangan itu dibeli Pertamina, jadi Pertamina beli minyak mentah dari pemerintah ini yang harus jadi perhatian, bahwa cash flow harus dijaga,” jelasnya.

Sugeng menilai, kondisi harga minyak mentah dunia yang saat ini cukup tinggi dampaknya sudah dirasakan oleh Pertamina. Bahkan modal kerja di sektor hulu pun sudah terganggu dan berdampak pada lifting migas nasional. Mengingat 60% lebih produksi lifting minyak nasional saat ini berasal dari Pertamina.

“Artinya kalau Pertamina terganggu pasti lifting terganggu ini jadi concern kita bahwa kompensasi penting mempertahankan cash flow Pertamina yang memprihatinkan, mempertahankan cadangan operasional 21 hari sebulan butuh Rp 6,8 triliun juga. Kalau gak segera dibayar kompensasinya akan mengganggu,” pungkasnya.

 

(ZBP)

Exit mobile version