Polda Sulsel Hentikan Kasus Dugaan Pemalsuan Tanda Tangan Prof Sufirman Cs
BIMATA.ID, Makassar – Polda Sulsel menghentikan kasus penyelidikan dugaan pemalsuan tanda tangan yang dilaporkan Prof Syamsuddin Pasamai kepada Prof Sufirman Rahaman dan Prof Basri Modding.
Laporan ini masuk ke Polda Sulsel pada 9 Februari 2022 lalu. Dosen UMI Prof Syamsuddin Pasamai melaporkan rekannya sesama dosen Prof Sufirman dan Prof Basri Modding.
Prof Sufirman dilaporkan saat masih menjabat Kaprodi Magister Hukum UMI dan Prof Basri Modding sebagai Direktur Pascasarjana atas dugaan pembubuhan tanda tangan pada nama Prof Syamsuddin Pasamai, Dr Hamza Burhanuddin dan Dr Abdul Wahar pada blangko persetujuan rekomendasi pebaikan hasil penelitian mahasiswa bernama Adri Irniadi.
Polda Sulsel kemudian menerbitkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penelitian di mana laporan tersebut ditolak karena tidak cukup bukti.
Dalam keterangan surat Polda tertulis bahwa tak ada satu pun saksi yang melihat dan menyaksikan, serta bukti foto maupun video terkait pembubuhan tanda tangan tersebut.
“Belum dapat dibuktikan adanya kehendak maupun motif kepentingan pribadi antara mahasiswa Adri Irniadi dengan Prof Sufirman Rahman selaku pembimbing sekaligus Kaprodi Magister Hukum dan Prof Basri Modding selaku Direktur Pascasarjana UMI tahun 2014,” tulis surat tersebut.
Sementara itu, Prof Sufirman Rahman memaparkan bahwa terkait kasus tersebut, Polda Sulsel sudah melakukan pemeriksaan saksi dan terlapor.
“Polda Sulsel sudah melakukan pemeriksaan, terhadap saksi-saksi maupun terlapor dalam hal ini Prof Sufirman dan Prof Basri Modding,” kata Prof Sufirman, Selasa (10/5/2022).
“Ternyata, dari hasil penyelidikan, 27 April Polda Sulsel melakukan gelar perkara. Dari hasil gelar perkara, disimpulkan bahwa laporan dihentikan penyedikannya,” sambung Prof Sufirman.
Prof Sufirman berharap, Prof Syamsuddin Pasamai segera beriktikad baik agar meminta maaf atas tuduhan tersebut.
“Dengan adanya surat perhentian penyedikan ini, tentu saya harap pelapor bertaubat, karena dalam agama, fitrnah lebih kejam daripada pembunuhan,” tutur Prof Sufirman.
[HW]