BeritaHukum

Kejagung Periksa Tiga Analis Kemendag Terkait Kasus Minyak Goreng

BIMATA.ID, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia (RI) memeriksa tiga saksi selaku Analis Perdagangan pada Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI untuk mengusut kasus dugaan korupsi terkait izin ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah dan turunannya yang diduga menjadi penyebab kelangkaan minyak goreng di dalam negeri.

Ketiganya diperiksa untuk mendalami mekanisme pengajuan izin ekspor di Kemendag RI.

Adapun ketiga saksi tersebut, yakni berinisial K, DM, dan AF. Tiga saksi itu diperiksa oleh tim jaksa penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).

“(K, DM, AF) diperiksa terkait mekanisme pengajuan izin ekspor ke Kementerian Perdagangan Republik Indonesia,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Ketut Sumedana, Kamis (12/05/2022).

Penyidik Jampidsus Kejagung RI juga memeriksa EN selaku Direktur PT Jampalan Baru sebagai saksi untuk didalami soal jumlah minyak goreng yang dipesan ke Permata Hijau Group kemudian alur distribusinya.

Saksi lainnya, yakni LCW alias WH selaku penasihat kebijakan atau analisa pada Independent Research & Advisory Indonesia juga diperiksa oleh Kejagung RI.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022,” ujarnya.

Sebagai informasi, Kejagung RI menetapkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag RI, Indrasari Wisnu Wardhana (IWW) sebagai tersangka untuk kasus dugaan korupsi dalam pemberian izin ekspor CPO.

Kejagung RI juga menetapkan tiga tersangka lainnya, yaitu Senior Manager Corporate Permata Hijau Group, Stanley MA (SM), Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor (MPT), dan General Manager bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang (PTS).

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, para tersangka melakukan tindakan melawan hukum dengan bekerja sama dalam penerbitan izin persetujuan ekspor (PE) yang tidak memenuhi syarat, yakni menyalurkan minyak kelapa sawit (CPO) atau RBD Palm Olein tidak sesuai dengan domestic price obligation (DPO), serta tidak mendistribusikan CPO dan RBD Palm Olein ke dalam negeri sesuai dengan domestic market obligation (DMO) 20% dari total ekspor.

[MBN]

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close