BIMATA.ID, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) bersama Pemerintah RI akan menjadwalkan pertemuan dengan Mahakamah Agung (MA) RI dan Mahkamah Konstitusi (MK) RI.
Pertemuan itu guna membahas rencana percepatan penyelesaian sengketa pencalonan dalam pemilihan umum (Pemilu) Serentak 2024.
Sebab, durasi masa kampanye selama 75 hari yang disepakati sementara oleh DPR RI, Pemerintah RI, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI melalui rapat konsinyering berimbas pada masa waktu penanganan sengketa Pemilu oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI yang perlu dipersingkat.
“Bawaslu telah menyanggupi penyingkatan waktu penyelesaian sengketa, namun kami perlu bertemu dengan Ketua Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi untuk membahas bagaimana mempersingkat waktu sengketa di lembaga tersebut,” ucap Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus, Kamis (19/05/2022).
Rapat kerja (Raker) lanjutan pembahasan pengambilan keputusan tahapan Pemilu 2024 akan dilanjutkan pada Senin, 23 Mei 2022.
Dalam Raker tersebut, Guspardi menyatakan, ketiga lembaga, yakni DPR RI, Pemerintah RI, dan KPU RI akan menindaklanjuti kesepahaman yang telah dihasilkan sebelumnya dalam rapat konsinyering.
“Hasil kesepakatakan dalam konsiyering segera kita bicarakan untuk selanjutnya diambil keputusan dalam rapat kerja antara Komisi II, pemerintah, dan penyelenggara Pemilu yang sudah diagendakan pada pekan datang, yaitu hari Senin, 23 Mei 2022,” terangnya.
Berdasarkan hasil rapat konsinyering, setidaknya terdapat beberapa isu krusial yang sudah disepakati. Anggaran Pemilu 2024 disepakati senilai Rp 76 tiriliun, dari ajuan awal sebesar Rp 86 trliun.
Demikian dengan durasi kampanye yang telah disepakati selama 75 hari, dari sebelumnya 90 hari usul Pemerintah RI dan 120 hari usul KPU RI.
“Kampanye 75 hari dengan catatan hal-hal yang berkaitan dengan logistik Pemilu perlu difasilitasi pemerintah, dengan menyiapkan regulasi pendukung dengan mengeluarkan Keppres oleh presiden guna mendukung pengadaan logistik Pemilu 2024,” imbuh politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Legislator daerah pemilihan (Dapil) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) II ini juga memastikan, pelaksanaan Pemilu 2024 tidak akan menggunakan skema pemungutan suara elektronik (e-voting). DPR RI dan KPU RI mempertimbangkan belum meratanya infrastruktur internet di seluruh Indonesia.
“Jadi, sistem pemungutan suara masih menggunakan cara yang digunakan saat Pemilu periode sebelumnya pada 2019,” ungkap Guspardi.
[MBN]