BIMATA.ID, Jakarta – Pemerintah Republik Indonesia (RI) menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.
Peraturan tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian hukum atas transaksi kripto yang berkembang di masyarakat.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI, Neilmaldrin Noor mengungkapkan, aset kripto merupakan komoditas yang memenuhi kriteria sebagai objek PPN.
Sebab, Bank Indonesia tidak mengakui aset kripto sebagai alat tukar yang sah. Lalu, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) turut menegaskan aset kripto merupakan komoditas.
“Aset kripto di Indonesia ini tidak dianggap sebagai alat tukar maupun surat berharga, melainkan sebuah komoditas. Karena komoditas, maka merupakan barang kena pajak tidak berwujud dan harus dikenai PPN juga agar adil,” ungkap Neilmaldrin, Rabu (13/04/2022).
Pemerintah RI, sambung Neilmaldrin, berupaya menerapkan aturan pajak yang mudah dan sederhana pada aset kripto. Cara pengenaan pajak pada perdagangan aset kripto ialah dengan melakukan penunjukkan pihak ketiga sebagai pemungut PPN perdagangan aset kripto, yaitu penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) baik dalam negeri maupun luar negeri.
Atas perdagangan aset kripto, dipungut PPN besaran tertentu atau PPN Final dengan tarif 0,11 persen dari nilai transaksi dalam hal penyelenggara perdagangan adalah Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) dan 0,22 persen dalam hal bukan oleh PFAK. Sedangkan untuk jasa mining (verifikasi transaksi aset) dengan tarif 1,1 persen dari nilai konversi aset kripto.
Selain itu, dari perdagangan yang dilakukan juga memberikan tambahan kemampuan ekonomis bagi penjual, sehingga merupakan objek pajak dan dipungut PPh pasal 22 final 0,1 persen dari nilai aset kripto (jika merupakan PFAK) atau 0,2 persen dari nilai aset kripto (jika bukan PFAK).
Hal tersebut berlaku juga atas penghasilan yang diterima oleh penambang aset kripto (miner), merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang dikenai PPh Pasal 22 dengan tarif sebesar 0,1 persen dari penghasilan yang diterima atau diperoleh, tidak termasuk PPN.
Terpisah, Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengapresiasi upaya Pemerintah RI menciptakan keadilan melalui rezim pemajakan. PMK Nomor 68 Tahun 2022 juga disebut sebagai bentuk pengakuan Pemerintah RI pada aset kripto.
“Ini merupakan tonggak awal Bappebti dan OJK akan saling mendukung dan mengawasi,” katanya.
[MBN]