BIMATA.ID, Makassar – Inflasi Sulsel pada Maret 2022 tercatat mencapai 2,49 persen (yoy). Secara bulanan, inflasi sebesar 0,54 persen (mtm) lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang deflasi -0,04 persen.
Deputi Bank Indonesia (BI) Sulsel, Fadjar Majardi mengatakan, secara tahun kalender, inflasi Sulsel tercatat sebesar 1,07 persen. Sementara itu, dari 5 kota IHK (Bulukumba, Makassar, Palopo, Pare-pare, dan Watampone) semuanya inflasi.
“Inflasi bulanan tertinggi dialami oleh Kabupaten Watampone sebesar 1,11 persen (mtm), sedangkan inflasi bulanan terendah dialami oleh Kota Palopo yaitu sebesar 0,45 persen,” kata Fadjar dalam keterangan resmi, Minggu (3/4/2022).
Fadjar mengatakan, inflasi bulanan di Sulsel utamanya disumbang oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau, perawatan pribadi dan jasa lainnya, dan perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga dengan inflasi masing-masing sebesar 1,10 persen, 0,86 persen, dan 0,77 persen (mtm).
Inflasi kelompok makanan, minuman, dan tembakau memiliki andil sebesar 0,33 persen yang utamanya dipengaruhi oleh naiknya harga cabai rawit, bawang merah, dan cabai merah.
“Hal ini dipengaruhi pula oleh berkurangnya pasokan cabai rawit dan cabai merah. Di sisi lain, inflasi kelompok makanan yang lebih tinggi tertahan oleh turunnya harga ikan kembung, ikan teri, ikan cakalang, ikan merah, dan kol putih,” katanya.
Sementara, menjelang periode Ramadan dan Idul Fitri, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Sulsel menjaga kestabilan harga-harga komoditas, utamanya bahan pangan strategis. TPID bersinergi menjalankan strategi 4K (Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, Keterjangkauan Harga, dan Komunikasi Efektif).
Sinergi yang dimaksud termasuk melalui penguatan kerja sama perdagangan antar daerah wilayah Sulampua, pelaksanaan operasi pasar untuk komoditas pangan strategis, pemantauan harga dan stok pasokan bekerjasama dengan Satgas Pangan, dan penyampaian himbauan kepada masyarakat untuk bijak berbelanja khususnya selama periode puasa dan jelang Lebaran.
“Proses pemulihan ekonomi yang terus berlangsung di Sulsel, diprakirakan akan turut memberikan tekanan inflasi. Selain itu, faktor lain yang juga perlu diwaspadai adalah risiko tekanan harga yang berasal dari imported inflation sebagai dampak terganggunya supply chain global akibat kondisi geopolitik di wilayah Eropa. Namun demikian, di tengah situasi konflik Rusia dan Ukraina, harga bahan pangan di Sulsel diprakirakan tetap terkendali seiring upaya pengendalian inflasi oleh TPID Sulsel,” pungkasnya.
(HW)