BIMATA.ID, Jakarta- Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira berharap pemerintah mau penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% pada April mendatang.
Sebab menurutnya, jika diterapkan pada April bukan momentum yang tepat karena bersamaan dengan momentum Ramadhan, dan juga naiknya harga pangan serta energi secara kontinyu, sehingga akan menambah beban kepada konsumsi rumah tangga jadi bertambah.
“Sebenarnya kenaikan tarif PPN menjadi 11% ketika konsumsi rumah tangga sudah mulai solid tidak masalah ya, kalau sekarang tentu momentum nya tidak tepat,” katanya, Rabu (30/03/2022).
Dirinya menilai, jika kenaikan PPN ini untuk menambah penerimaan negara, maka pemerintah bisa mengandalkan dulu dari windfall karena naiknya harga komoditas global. Sehingga penambahan dari tarif PPN dinilai tidak mendesak.
Hasil hitungannya, jika harga minyak di atas US$ 100 sampai US$127 per barel, terdapat tambahan penerimaan pajak dan Penerimaan negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp100 triliun hingga Rp 192 triliun dari selisih harga Indonesia Crude Price (ICP) di asumsi makro US$ 63 per barel.
“Tanpa kenaikan tarif PPN pemerintah sudah banyak dibantu oleh harga komoditas sawit dan batubara,” ujarnya.
Dari momentum gejolak ekonomi pada April tersebut, Bhima memperkirakan inflasinya akan sebesar 1,5% sampai 1,95% secara mtm. Menurutnya, sampak dari inflasi tersebut dan juga ada momentum Ramadan yang idealnya bisa mendorong konsumsi rumah tangga secara optimal malah terhambat inflasi yg tinggi.
(ZBP)