Bimata

Inilah Alasan Pemerintah Hapus Tenaga Honorer dalam Pemerintahan pada 2023

BIMATA.ID, Jakarta- Rencananya, tahun 2023 mendatang Pemerintah akan menghapus tenaga honorer. Ini berdasarkan peraturan yang tertuang dalam PP 49/2018 tentang Manajamen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Dalam aturan itu, pegawai non-PNS di instansi pemerintah akan melaksanakan tugas mereka paling lambat hingga tahun 2023 mendatang. Namun keputusan itu sebenarnya bukan sesuatu hal yang mendadak.

Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur Kementerian Pendayagunaan Negara dan Reformasi Birokrasi, Alex Denni mengatakan rencana tersebut sudah ada sejak beberapa tahun lalu.

“Sebetulnya ini bukan ujug-ujug. Tapi sudah dari 2005, itu sudah inventarisir,” jelasnya, Minggu (06/03/2022).

Saat itu, terdapat 900 ribu tenaga honorer dan diputuskan mengangkat 860 tenaga honorer menjadi pegawai pegawai negeri sipil (PNS). Menurut Alex, sisa dari jumlah tersebut tidak memenuhi kriteria dan yang tersisa ingin diproses.

“Saat di data ulang membengkak menjadi 600 ribuan”, ujarnya.

Hal itulah yang mendorong adanya Undang-undang (UU) Aparatur Sipil Negara 5/2014. Di dalamnya dijelaskan hanya ada dua kategori yakni PNS dan PPPK. Namun, hal itu tak membuat tenaga honorer tidak ada. Bahkan terus direkrut oleh sejumlah instansi meski sudah dilarang.

“Sejak 2005 sudah dilarang. Jadi sebetulnya PP 48/2005 junto 43/2007 pemerintah dilarang mengangkat tenaga honorer. Jadi semua orang sudah tahu ini enggak boleh. Tapi yang diangkat masih diangkat, yang mau masih mau,” jelasnya lagi.

Selain itu, Dirinya juga angkat bicara rencana pemerintah untuk transformasi sistem birokrasi PNS. Ada kemungkinan, sejulah kriteris PNS yang terdampak.

Dia menjelaskan hampir 38% dari 4,2 juta ASN berstatus sebagai pelaksana dan 36% merupakan guru dan dosen. Sekitar 14% merupakan tenaga kesehatan dan lain-lain serta 10-11% merupakan pejabat struktural.

“Kalau bicara transformasi digital, tentu pelaksana ini yang akan terdampak terlebih dahulu karena pekerjaan akan digantikan teknologi,” katanya.

Dalam lima tahun, Alex mengatakan pejabat pelaksana akan berkurang sekitar 30-40% dengan rencana transformasi digital. Dengan begitu ini berarti akan ada ratusan ribu PNS yang menjabat sebagai pelaksana akan terdampak.

“Mungkin sekitar 600 ribu dari 1,6 juta yang melakukan pelaksana itu harus bertransformasi, upskilling atau reskilling melakukan pekerjaan yang lain lebih value added atau by nature yang pensiun kita tidak ganti,” jelasnya.

“Jadi harus ada negatif growth di sana. Kalau enggak, enggak lucu kita going digital tapi masih banyak padat karyanya di sana.”tambahnya.

Dia menjelaskan terdapat tiga agenda besar transformasi birokrasi saat ini. Mulai dari transformasi organisasi yagn sering diucapkan oleh Presiden Jokowi.

“Harus ada layering, layer-layer yang panjang itu harus dipotong. Sekarang hanya tinggal dua. Eselon I dan Eselon II. Eselon III dan IV ditransformasi menjadi pejabat fungsional. Jadi organisasinya dulu,” pungkasnya.

Selanjutnya, sistem kerja yang lebih fleksibel dan kolaboratif. Di era digital, menurutnya harus ada perubahan transformasi pemerintahan yang jauh lebih adaptif menyikapi perubahan.

“Ketiga, terkait manusianya sendiri. Manajemen sumber daya manusia menuju human capital tangguh. Ini PR, khususnya di kedeputian SDM aparatur,” kata Alex.

 

(ZBP)

Exit mobile version