BIMATA.ID, Jakarta- Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendesak Pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan minyak goreng. Pasalnya, masalah minyak goreng tak kunjung selesai.
Menurutnya, kebijakan hilir yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kelangkaan dan harga melambung pada minyak goreng terbukti tidak efektif.
“Itu didasarkan dari hasil laporan dari berbagai yayasan lembaga konsumen di berbagai daerah dan juga dari informasi didapat dari Asosiasi Pedagang Pasar yang sempat bertemu. Para pedagang di pasar mengatakan bahwa stok tidak ada terus, Sehingga pemerintah jangan malu-malu untuk mengevaluasi kebijakannya tetapi jangan juga untuk coba-coba,” ujarnya, Minggu (13/02/2022).
Ketua YLKI ini menilai, selama ini kebijakan minyak goreng yang digodok Pemerintah semacam uji coba kepada masyarakat dan tidak transparan.
Adapun kebijakan pertama yang ditetapkan pemerintah adalah mengguyurkan minyak subsidi yang dijual ke masyarakat dengan harga Rp 14.000 per liter. Namun, belum sebulan kebijakan itu berjalan, kebijakan baru dikeluarkan kembali dan yang lama di cabut.
Kebijakan kedua, Pemerintah mengeluarkan aturan kewajiban harga domestik (DMO) dan kewajiban pasar domestik (DPO) pada produk minyak sawit mentah (CPO). Mekanisme aturan DMO, yakni seluruh eksportir yang akan mengekspor wajib memasok minyak goreng ke dalam negeri sebesar 20%, dan DPO sebesar 9.300 per kilogram untuk CPO sementara 10.300 per kilogram untuk olein.
Kemudian, kebijakan ketiga, menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng terbaru yang berlaku sejak 1 Februari 2022.
Rinciannya, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500/liter, minyak goreng kemasan premium Rp 14.000/liter, dan minyak goreng curah Rp 11.500/liter.
(ZBP)