Bimata

Sekjen Gerindra soal Dana JHT: Pensiun Itu Bukan Hanya Faktor Usia, Tapi Kehilangan Pekerjaan 

BIMATA.ID, JAKARTA — Ditengah banyaknya korban PHK di masa pandemi Covid-19, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menerbitkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, yang mengatur pencairan dan Jaminan Hari Tua hanya bisa dicairkan saat usia pekerja mencapai 56 tahun. Kebijakan tersebut menuai kritik dari banyak pihak.

Menanggapi hal itu, Ketua Fraksi Gerindra DPR RI, Ahamd Muzani meminta Menaker Ida Fauziyah mencabut aturan tersebut. Sebab, menurut Muzani, dana JHT merupakan uang pekerja yang menjadi harapan utama bagi para pekerja buruh maupun perkantoran ketika sudah tidak bekerja lagi atau di-PHK dan akan memulai dengan profesi barunya. Dan uang tersebut biasanya menjadi modal usaha.

“Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 harus dicabut karena di masa pandemi Covid-19 ini, tunjangan JHT yang telah dikumpulkan BPJS menjadi sandaran utama bagi para pekerja baik buruh pabrik ataupun perkantoran,” kata Muzani dalam keterangan tertulisnya, Senin (14/2/2022).

Muzani menjelaskan, selama pandemi melanda, sebanyak jutaan orang telah di PHK. Orang-orang yang terkena PHK ini otomatis akan sulit mencari pekerjaan kembali lantaran adanya angkatan kerja baru. Oleh sebab itu, kegunaan dana JHT menjadi tumpuan para korban PHK untuk menggunanakan uang tersebut guna menjajaki dunia usaha kecil seperti UMKM.

“Ketika pandemi melanda, maka aktivitas dan produktivitas pabrik maupun perkantoran berkurang yang kemudian menyebabkan pendapatan perusahaan menurun. Maka PHK menjadi pilihan para pengusaha. Begitu seseorang tidak bekerja di perusahaan atau di pabrik, dia akan sulit mencari pekerjaan kembali karena sudah ada angkatan kerja baru dengan semangat yang lebih fresh dan upah yang tentu lebih minim,” ujar Sekjen Partai Gerindra itu.

“Sehingga dana JHT menjadi penting bagi mereka untuk dicairkan dan digunakan sebaik mungkin untuk bertahan hidup tanpa pekerjaan. Jadi jelas, kebijakan dari Permenaker ini tidak sejalan dengan semangat pemulihan ekonomi nasional di masa pandemi,” imbuh Muzani.

Menurut Muzani, pemerintah mestinya mengeluarkan kebijakan bagi para korban PHK di masa pandemi ini. Seperti pelatihan keterampilan berusaha bagi mereka yang berminat menjajaki dunia UMKM. Kebijakan pencairan dana JHT sebesar 30 persen dari peserta BPJS yang sudah menggunakannya selama 10 tahun bukan solusi tepat.

“Dana JHT merupakan kesempatan dan modal bagi korban PHK yang sudah tidak memiliki pendapatan tetap. Harusnya pemerintah justru memberikan keterampilan baru dan semangat baru dari penggunaan modal JHT itu. Mestinya orang-orang yang terkena PHK menjadi fokus pemerintah untuk diberdayakan, sehingga menjadi energi baru bagi pertumbuhan kegiatan perekonomian kita. Karena yang disebut pensiun itu bukan hanya faktor usia, tapi pensiun adalah berhentinya orang-orang pekerja dari aktivitas pekerjaannya, maka itu ada istilah pensiun muda dan pensiun tua,” tutup Muzani yang juga Wakil Ketua MPR itu.

USMAN

Exit mobile version