BIMATA.ID, Jakarta- Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi mengatakan, tidak dihapuskannya BBM jenis Premium akan berdampak pada semakin membengkaknya dana kompensasi.
Penghapusan Premium itu sendiri dikarenakan pemerintah terus mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang lebih ramah lingkungan. BBM jenis Premium RON 88 ke Pertalite RON 90 menjadi salah satu opsinya.
Hingga saat ini, pemerintah belum menghapus Premium. Padahal, agar Pertalite tetap terjangkau bagi masyarakat, pemerintah telah menyiapkan anggaran kompensasi hingga Rp30 triliun bagi PT Pertamina (Persero), sehingga Pertalite tetap bisa dijual dengan kisaran harga Rp7.650 per liter.
“Kalau Premium tidak dihapuskan, salah satu dampaknya adalah makin membengkaknya dana kompensasi,” katanya, Minggu (06/02/2022).
Membengkaknya dana kompensasi, kata Fahmy, nantinya akan memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Yang memberatkan APBN untuk Premium dan Pertalite,” kata Fahmy.
Sebelumnya, besaran kompensasi yang dianggarkan pemerintah disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Usaha BUMN, Riset, dan Inovasi Kemenko Perekonomian, Montty Girianna.
“Angka-angka tentu harus dicek ke Kemenkeu. Intinya pemerintah sudah berikan kepastian angka ini akan disediakan oleh pemerintah dan tidak akan melebihi angka-angka yang disampaikan beberapa tahun-tahun sebelumnya. Mungkin Rp 25-30 triliun,” katanya, Rabu (02/02/2022).
Dia menjelaskan, skema kompensasi adalah akan tetap seperti yang berlaku di masyarakat. Pertalite dijual dengan harga Rp7.650 per liter dan di dalam kurun waktu 4-6 bulan ke depan, tidak akan ada kenaikan.
“Meski biaya produksi Pertalite dan lain-lain dalam beberapa bulan terakhir mengalami kenaikan. Jadi kompensasi diberikan agar masyarakat tetap bayar Pertalite Rp7.650,” ujarnya.
Dia menyebut, hal itu agar semakin tepat sasaran. Ke depan pemerintah juga punya rencana untuk memberikan subsidi secara tertutup kepada masyarakat. Artinya bukan pada barang lagi, tetapi pada masyarakat yang dinyatakan berhak.
“Saya pikir bagus subsidi langsung, tetapi butuh perangkat-perangkat lengkap. Skema kompensasi dilakukan sekarang kalau siap dengan subsidi langsung dan ini kan sebenarnya nanti kita lihat bagaimana performance kompensasi dalam beberapa bulan yang akan datang,” katanya.
(ZBP)