BIMATA.ID, Jakarta- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, Pemerintah akan kembali mengurangi durasi masa karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) warga negara asing maupun Indonesia. Rencananya, durasi masa karantina lima hari akan dipangkas menjadi tiga hari.
“Mulai pekan depan, PPLN baik WNA dan WNI yang telah melakukan vaksin booster, lama karantina dapat berkurang menjadi tiga hari,” katanya di Jakarta, Senin (14/02/2022).
Luhut mengatakan mereka wajib melakukan entry dan exit tes PCR. Syarat exit PCR dilakukan pada hari ketiga saat pagi hari. pelaku perjalanan luar negeri dapat keluar dari lokasi karantina ketika hasil tes itu dinyatakan negatif.
Luhut menyebut, PPLN yang sudah selesai karantina diimbau untuk tetap melakukan tes PCR secara mandiri pada hari kelima dan melaporkan kondisi kesehatan mereka kepada petugas puskesmas atau fasilitas kesehatan terdekat.
Menurutnya, pengurangan masa karantina menjadi tiga hari untuk seluruh PPLN akan diterapkan mulai 1 Maret 2022 jika situasi terus membaik.
“Jika situasi terus membaik dan vaksinasi terus meningkat, tidak tertutup kemungkinan 1 April 2022 atau sebelum itu, PPLN tidak akan lagi menerapkan karantina terpusat. Ini bergantung pada situasi pandemi dan supaya kita mengendalikan penyebaran kasus,” ujarnya.
Saat ini, pemerintah memperpanjang kembali Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Jawa-Bali hingga 21 Februari 2022. Wilayah Jabodetabek masih menerapkan PPKM Level 3 dengan sejumlah pembatasan.
Namun, pada perpanjangan kali ini, pemerintah memberikan tambahan kelonggaran. Misalnya aktivitas seni budaya dan sosial masyarakat serta fasilitas umum, seperti tempat wisata dinaikkan kapasitas pengunjungnya menjadi 50 persen yang sebelumnya hanya diizinkan 25 persen.
Untuk detail dari kebijakan tersbut, termasuk soal karantina akan tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri yang akan diterbitkan.
“Pemerintah masih melihat adanya ruang bagi kita untuk tidak menginjak rem terhadap ekonomi terlalu dalam. Hal ini dilakukan semata-mata untuk terus menjaga keseimbangan sektor kesehatan dan ekonomi agar tetap baik,” jelasnya.
(ZBP)