BIMATA.ID, Jakarta- Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengakui asalnya kesalahan kebijakan yang membiarkan harga minyak goreng bergantung pada harga Crude Palm Oil (CPO) internasional. Akibatnya, harga minyak goreng sempat meroket mencapai 20 ribu per liter pada 2021.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Oke Nurwan mengatakan, kenaikan harga minyak goreng pada saat ini adalah anomali akibat pandemi Covid-19 dan akibat kebutuhan minyak nabati dunia yang pasokannya terganggu.
Meski begitu, ia mengakui bahwa ada yang tidak benar mengenai kebijakan yang terlalu melepas ke mekanisme perdagangan terkait minyak goreng.
“Pemerintah melihat pada posisi saat ini, ada yang tidak benar. Kami mengakui ternyata minyak goreng kita ada sistem dikebijakan yang terlalu melepas ke mekanisme perdagangan. Intervensi pemerintah terkait harga minyak goreng di dalam negeri dibiarkan ketergantungan ke harga CPO internasional,” ujarnya, Kamis (03/02/2022).
Oke mengatakan, sumber masalah yang harus diperbaiki terkait dengan harga minyak goreng yang meroket bukan memperbaiki sistem dari hulu hingga hilir yang sejak lama baik-baik saja tetapi dengan cara melepaskan diri dari ketergantungan harga CPO internasional.
“Penyebab utama yang harus diperbaiki adalah melepaskan minyak goreng domestik dari ketergantungan harga CPO internasional. Itu yang paling penting,” ujarnya.
Upaya melepaskan diri dari ketergantungan harga CPO internasional ini dilakukan dalam kebijakan Dometic Market Obligation (DMO) dan Dometic Price Obligation (DPO).
“Kalau tidak berhasil juga saya keluarkan policy bentuk lain, yang tidak mungkin saya sebutkan di sini. Saya sudah menyiapkan berbagai langkah yang memang harus kita lakukan,” ungkapnya.
(ZBP)