BIMATA.ID, Jateng – Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) mengungkapkan, penerapan kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai syarat berbagai urusan publik bakal semakin membebani masyarakat.
“Penerapan BPJS untuk syarat mengurus urusan publik saat ini jelas tak tepat, terutama pada masyarakat untuk kelas ekonomi menengah ke bawah. Kondisi pandemi sudah membuat ekonomi masyarakat terasa berat,” ungkap Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Provinsi Jateng, Rohmat Marzuki, Senin (21/02/2022).
Rohmat menyebut, syarat kepesertaan BPJS Kesehatan untuk urusan publik tidak memiliki keterkaitan. Namun, kebijakan ini sah-sah saja untuk peningkatan pelayanan kesehatan di tanah air.
Lebih lanjut, Rohmat meminta, agar Pemerintah Republik Indonesia (RI) terbuka dengan keuangan BPJS Kesehatan. Pasalnya, harus ada solusi terhadap masyarakat yang dinilai kurang mampu.
“Berapa premi yang masuk? Berapa yang di-cover? Berapa yang dikeluarkan dari premi itu? Kalau dananya juga diputar untuk investasi, maka bisa disosialisasikan juga agar lebih transparan,” tandasnya.
Ketidaktransparanan atau belum tersosialisasikannya data dan anggaran tersebut, sambung Anggota Komisi B DPRD Provinsi Jateng ini, akan memicu ketidakpercayaan masyarakat pada Pemerintah RI, terutama pengelolaan dana BPJS Kesehatan.
Sebagai informasi, belum semua masyarakat Jateng terdaftar sebagai anggota JKN. Berdasarkan data dari BPJS Kesehatan hingga tahun 2021, tercatat baru 30 juta jiwa penduduk Jateng yang terdaftar atau masih ada sekitar 6 jutaan penduduk Jateng yang belum masuk di JKN tersebut.
Dengan persentase kepesertaan JKN berkisar 81,6 persen untuk 35 kabupaten/kota di Provinsi Jateng berdasarkan pendataan BPS tahun 2020.
Rohmat mengatakan, BPJS Kesehatan tidak bisa melihat angka 6 juta penduduk itu sebagai potensi pemasukan. Namun, harus juga dilihat seberapa kemampuan ekonominya, belum lagi ada wacana kenaikan premi BPJS Kesehatan.
“Jika yang belum terdaftar di BPJS Kesehatan itu adalah masyarakat ekonomi menengah atas atau kalangan mampu, saya kira tidak masalah. Tapi, jika mereka ini ekonomi menengah ke bawah dan dipaksa untuk mendaftar, maka ya memberatkan. Untuk makan saja terbatas, mau mengurus SIM harus bayar BPJS,” kata legislator daerah pemilihan (Dapil) 5 Provinsi Jateng ini.
[MBN]