BeritaHukumPolitik

Sebelum Kena OTT KPK, Abdul Gafur Bantah Ketemu Petinggi Demokrat

BIMATA.ID, Jakarta – Bupati nonaktif Penajam Paser Utara (PPU), Abdul Gafur Mas’ud, ditangkap di sebuah mal di kawasan Jakarta, pada Rabu, 12 Januari 2022. Ia membantah bertemu sejumlah petinggi Partai Demokrat sebelum ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI).

“Tidak benar (bertemu sejumlah petinggi partai sebelum ditangkap),” ucap Gafur, usai pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK RI, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (17/01/2022).

Gafur irit bicara tentang penangkapannya. Ia memilih untuk masuk ke mobil tahanan dan meninggalkan Gedung KPK RI.

Sebelumnya, KPK RI menangkap Gafur bersama orang kepercayaannya, Nis Puhadi, dan Bendahara Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Partai Demokrat Kota Balikpapan, Nur Afifah Balqis, di salah satu mal di kawasan Jakarta, pada Rabu, 12 Januari 2022. Ia diketahui membawa uang Rp 1 miliar ke Jakarta.

Belakangan, KPK RI menemukan uang yang dibawa Gafur disimpan di rekening Nur.

“Benar bahwa ada sisa uang di dalam rekening NAB (Nur Afidah Balqi) selaku Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan, dengan sisa Rp 447 juta adalah benar,” ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara (Jubir) KPK RI, Ali Fikri.

KPK RI menetapkan enam tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa, serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara. Mereka yakni pemberi sekaligus pihak swasta, Ahmad Zuhdi.

Lalu, pihak penerima yang juga Bupati PPU, Gafur, Plt Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten PPU, Mulyadi, Kepala Dinas PUTR Kabupaten PPU, Edi Hasmoro, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten PPU, Jusman, dan Bendahara DPC Partai Demokrat Kota Balikpapan, Nur.

Zuhdi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara Gafur, Mulyadi, Edi, Jusman, dan Nur selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

[MBN]

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close