BIMATA.ID, Jakarta – Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Taufik Basari memandang, Pemerintah RI belum menempatkan masalah persoalan isu pelanggaran dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai prioritas.
Hal itu bisa terlihat besaran anggaran untuk persoalan isu HAM, serta penerapan aturan penegakkan HAM sampai sekarang.
“Kalau sampai saat ini saya melihat, persoalan isu HAM dan perlindungan HAM masih belum menjadi prioritas,” ujar pria yang akrab disapa Tobas ini, saat seminar virtual YouTube Kemitraan Bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, Kamis (27/01/2022).
Tobas menerangkan, Pemerintah RI masih fokus memprioritaskan persoalan Covid-19, maupun soal pembangunan sektor ekonomi. Padahal, keduanya seharusnya bisa tetap berjalan dengan landasan penguatan perlindungan HAM.
“Di situ, kita tetap harus menempatkan persoalan perlindungan HAM sebagai hal yang penting. Sebagai penopang kegiatan kita untuk melakukan penanganan Covid dan melaksanakan pembangunan,” terang politikus Partai Nasional Demokrat (NasDem) ini.
Legislator daerah pemilihan (Dapil) Provinsi Lampung I ini, juga menyinggung penjelasan Menko Polhukam RI, Mahfud MD, berkaitan tiga generasi HAM yang tidak hanya menyangkut soal tindakan kriminalitas. Tetapi, perlindungan HAM telah menyinggung berbagai aspek, dari ekonomi, sosial, dan budaya.
“Termasuk hak atas pembangunan, di mana ketika kita melakukan pembangunan ini harus menjamin bahwa keadilan tercapai. Tidak ada kemudian orang yang akhirnya hak yang terlanggar akibat pembangunan yang kita laksanakan ini,” pungkasnya.
Tobas menilai, dampak dari perlindungan HAM yang belum menjadi prioritas saat ini berimbas pada minimnya diskursus publik berkaitan HAM. Banyak masyarakat yang menganggap persoalan HAM hanya angin lalu.
“Saya sangat sedih, ketika hak asasi manusia menjadi diskursus menarik di tengah masyarakat, bukan jadi perbincangan misalnya, Wah kita ini malu kalau misalkan banyak pelanggaran HAM, kita ini malu kalau ada pelanggaran HAM yang tidak selesai,” tandasnya.
“Negara ini harusnya memastikan bahwa hak-hak ekonomi sosial budaya bisa terpenuhi. Hak-hak masyarakat adat, tanah Ulayat, dan sebagainya itu harapannya menjadi diskursus publik. Karena ketika menjadi diskursus public, maka akan menjadi lirikan kepentingan politik,” sambung Tobas.
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) ini berharap, masyarakat tetap mendiskusikan permasalahan HAM agar menjadi sebuah narasi publik. Muaranya, isu HAM menjadi kepentingan politik agar perlindungan HAM bisa terealisasi.
“Politik pasti akan berhubungan isu ini menjadi diskursus publik. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mempersiapkan agar itu jadi diskursus publik,” tutur Tobas.
[MBN]