BIMATA.ID, Jakarta- Salah satu bukti penerapan Sistem Ekonomi Kerakyatan di Indonesia adalah munculnya UMKM yang menjamur di tanah air dan menjadi salah satu motor yang aktif menggerakkan perekonomian Indonesia. Motor yang tahan banting dan kuat meski dihantam krisis.
“Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah UMKM saat ini mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 61, 07 persen atau senilai Rp 8.573,89 triliun. Kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia meliputi kemampuan menyerap 97 persen dari total tenaga kerja yang ada serta dapat menghimpun sampai 60,4 persen dari total investasi,” ujar Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, Adik Dwi Putranto, Senin (03/01/22).
Dan sepanjang masa pandemi Covid-19 UMKM telah mengalami pasang surut yang cukup dalam. UMKM menjadi salah satu usaha yang terdampak sangat besar atas kondisi tersebut.
“Survei yang dilakukan oleh LIPI menunjukkan bahwa 94 persen UMKM mengalami penurunan penjualan akibat Covid-19. Pada 2020, hanya sebesar 35,2 persen UMKM yang beroperasi normal, sisanya sebesar 34,4 persen beroperasi terbatas, dan sebanyak 30,40 persen UMKM harus menutup usahanya,” katanya.
Namun geliat UMKM perlahan mulai pulih seiring mulai terkendalinya Covid-19 serta didukung dengan realisasi program PEN. Pada periode Maret hingga April 2021, sebesar 84,80 persen UMKM kembali beroperasi, sementara hanya 8,10 persen saja yang beroperasi terbatas dan sebesar 7,10 persen yang harus berhenti Operasi. Salah satu langkah yang mereka lakukan untuk kembali bergerak di masa pandemi adalah melalui digitalisasi, walaupun pada kenyataannya upaya ini tidak maksimal karena penetrasi digitalisasi UMKM terkesan berjalan lambat.
Hal ini terlihat pada saat pandemi, dimana perkembangan platform e-commerce di Indonesia meningkat dengan sangat pesat yang disebabkan oleh shifting consumer behavior pada era Pandemi Covid-19. Data BI menunjukkan bahwa tahun 2020 jumlah transaksi e-commerce di Indonesia bernilai Rp 266 triliun.
“Tetapi kenaikan kinerja penjualan secara online tersebut tidak berbanding lurus dengan besarnya kontribusi UMKM terhadap penjualan tersebut. Mendag RI tahun 2020 Agus Suparmanto menyatakan bahwa kontribusi produk lokal termasuk UMKM / IKM Indonesia hanya sebesar 7 persen saja, selebihnya adalah barang impor,” katanya.
Pernyataan Menteri Perdagangan tersebut menurut Adik tidak berbeda jauh dengan apa yang diungkapkan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bahwa pada tahun 2021 proyeksi transaksi e-commerce Indonesia bernilai Rp 395 triliun.
“Tetapi Indef menyatakan bahwa kontribusi produk lokal termasuk UMKM / IKM kita terhadap transaksi tersebut hanya sebesar 10 persen saja selebihnya adalah barang impor. Ini seperti apa yang diungkapkan oleh Pakde Karwo bahwa persoalan digitalisasi UMKM masih menjadi Pekerjaan Rumah bagi kita untuk segera mencarikan solusinya bagaimana kemudian kontribusi UMKM terhadap penjualan secara daring ini bisa dinaikkan secara signifikan,” tegas Adik.
(ZBP)