BeritaPolitik

Elektabilitas Lebih Tinggi daripada Airlangga, Dedi Mulyadi: Saya Mikirnya Hanya Kerja Sebagai Anggota DPR

BIMATA.ID, Jakarta – Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Dedi Mulyadi, mengaku tidak mau memusingkan temuan survei terbaru yang diungkapkan Indikator Politik Indonesia tentang elektabilitas calon Presiden (Capres) menuju 2024.

“Saya sih mikirnya hanya kerja sebagai Anggota DPR,” ungkapnya, Selasa (11/01/2022).

Berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia, elektabilitas Dedi mencapai satu persen, meskipun politikus Partai Golongan Karya (Golkar) ini tidak pernah berbicara soal Capres. Hal tersebut tertuang saat responden ditanyai secara terbuka tentang sosok yang akan dipilih sebagai Capres.

Diketahui, elektabilitas mantan Bupati Purwakarta dua periode ini lebih tinggi daripada Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar, Airlangga Hartarto, yang hanya mengantongi 0,1 persen.

Adapun survei Indikator Politik Indonesia dilaksanakan pada tanggal 6 hingga 11 Desember 2021, dengan melibatkan 2.020 responden yang memiliki hak suara di 34 provinsi di Indonesia.

Penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling, yang terdisitribusi secara proporsional di seluruh provinsi. Survei Indikator Politik Indonesia memiliki toleransi kesalahan atau margin of error sekitar 2,9 persen, dengan kepercayaannya sebesar 95 persen.

Legislator daerah pemilihan (Dapil) Provinsi Jawa Barat (Jabar) VII ini mengemukakan, dirinya sudah bersyukur bisa dipercaya menjadi wakil rakyat, sehingga tidak berpikir jauh tentang pencapresan.

“Sebegini saja sudah uyuhan (masih untung),” imbuh Dedi.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar, Melchias Markus Mekeng, menyadari bahwa Dedi mendapatkan perhatian lebih dari publik ketimbang Airlangga. Anggota Komisi XI DPR RI ini pun menyebut, kader Partai Golkar akan terus berjuang demi meningkatkan elektabilitas Airlangga.

Di sisi lain, kata legislator Dapil Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) I ini, Airlangga perlu mengubah gaya politik agar memperoleh simpati rakyat. Misalnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian itu bisa luwes saat tampil di hadapan publik.

“Ya, berubahlah gayanya supaya bisa menguber menjadi yang di atas. Semuanya, termasuk Pak Airlangga, karena ini fakta,” kata Markus.

[MBN]

Tags

Related Articles

Bimata
Close